Indonesia merupakan Negara Kepulauan, sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia tinggal di area pesisir. Di wilayah pesisir tersebut, tentunya banyak sekali potensi kekayaan alam yang dapat dikelola oleh para penduduk, demi manjaga kelangsungan kehidupan mereka. Dalam proses pengelolaan tersebut, tentunya terdapat hal-hal yang menjadi pedoman bagi para pengelola dalam rangka ketersediaan potensi alam yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dalam hal ini UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan seperangkat aturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk mengatur segala kegiatan yang berkaitan dalam proses pengelolaan wilayah pesisir.
Namun pada perkembangannya, dalam UU tersebut terdapat pasal-pasal yang bertentangan implementasinya terhadap kewajiban Negara Indonesia yang tertera pada Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonseia Tahun 1945. Salah satunya adalah mekanisme pemberian Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3). HP-3 menurut UU ini adalah adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu. UU ini juga menjelaskan bahwa HP-3 dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan.Kondisi ini yang dianggap bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (ayat 2); Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3).
Oleh karena hal tersebut, maka dikeluarkanlah Undang-Undang No.1 Tahun 2014tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dimana dalam Undang-Undang tersebut menegaskan adanya perizinan serta pembatasan penguasaan secara utuh dalam proses pengelolaan wilayah pesisir. Sehingga diharapkan dengan adanya Undang-Undang ini, proses pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia dapat dilaksanakan secara optimal serta memberikan dampak yang baik bagi kelangsungan hidup penduduk Indonesia.
Adapun pasal yang mengalami perubahan dari UU No. 27 Tahun 2007 menjadi UU No. 1 Tahun 2014 adalah sebanyak 17 pasal dan ditambahkan 7 pasal baru serta penambahan 2 ayat baru pada pasal 1, antara lain :
1. Pengubahan Pasal 1 angka 1, angka 17, angka 18, angka 19, angka 23, angka 26, angka 28, angka 29, angka 30, angka 31, angka 32, angka 33, angka 38, dan angka 44 diubah, dan di antara angka 18 dan angka 19 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 18A, serta di antara angka 27 dan angka 28 disisipkan 1 (satu) angka yakni angka 27A
Perubahan pada pasal 1 ini mengacu pada ketentuan-ketentuan umum dalam pengelolaan wilayah pesisir antara lain proses pengelolaan dan Rencana Zonasi Rinci antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, penggantian HP-3 menjadi izin lokasi dan izin pengelolaan, penjelasan mengenai masyarakat hukum adat, posisi Menteri dalam bidang Kelautan dan Perikanan serta beberapa perbaikan redaksional.
2. Pengubahan ayat (1) dan ayat (7) pada Pasal 14
Perubahan pada pasal ini berisi antara lain tentang penambahan Masyarakat dalam halusulan penyusunan RSWP-3-K, RZWP-3-K, RPWP- 3-K, dan RAPWP-3-K, serta perbaikan redaksional pada kata maka, yang akhirnya dihapuskan.
3. Pengubahan Judul Bagian Kesatu pada Bab V
Perubahannya adalah Bagian Kesatu : Hak Penguasaan Perairan Pesisir menjadiBagian kesatu: Izin.
4. Pengubahan Pasal 16, 17, 18, 19, 20, 21, dan 22
Pada pasal-pasal bab V bagian pertama yang sebelumnya menjelaskan tentang aturan Hak Pengusahaan perairan pesisir (HP-3) kemudian dihapuskan, dan direvisi menjadi pengertiannya tentang Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan sesuai dengan judulnya yang telah diubah.
5. Penambahan Pasal baru diantara Pasal 22 dan 23, yaitu Pasal 22A, 22B, dan 22C
Penambahan pasal baru ini berisi tentang pemberian izin pengelolaan, persyaratan dalam mengajukan izin pengelolaan, dan ketentuan lebih lanjut mengenai izin lokasi dan izin pengelolaan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.
6. Pengubahan Pasal 23
Perubahan pasal ini berisi tentang penambahan poin pertahanan dan keamanan Negara pada ayat 2, koreksi poin (b) dan penambahan poin (c) pada ayat 3, serta penghapusan ayat 4, 5, 6 dan 7 terkait dengan HP-3.
7. Penambahan Pasal baru diantara Pasal 26 dan 27, yaitu Pasal 26A
Pasal baru ini berisi tentang izin penanaman modal asing untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan disekitarnya serta ketentuan lebih lanjutnya yang diatur oleh Peraturan Presiden.
8. Pengubahan Pasal 30, 50, 51, dan 60
Perubahan pasal ini berisikan tentang Perubahan Peruntukan dan Fungsi Zona Inti, Tata cara perubahan peruntukan dan fungsi zona inti diatur Peraturan Menteri, serta Kewenangan Menteri, Gubernur dan Bupati terkait Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan sebagai pengganti HP-3. Selain itu juga dijelaskan mengenai hak masyarakat untuk memperoleh izin lokasi dan izin pengelolaan beserta RZWP, dan juga pendampingan serta bantuan hukum sesuai undang-undang.
9. Pengubahan Pasal 63 ayat 2
Perubahan pasal ini berisi tentang kewajiban pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam mendorong kegiatan usaha masyarakat yang berupa aset ekonomi produktif.
10. Pengubahan Pasal 71 dan 75
Perubahan pasal ini berisi tentang sanksi administrasi dan hukuman pidana terkait pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecilyang tidak sesuai dengan Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan.
11. Penambahan Pasal baru diantara pasal 75 dan 76, yaitu Pasal 75A
Pasal baru ini berisi tentang hukuman pidana dan denda terkait pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau pulau kecil tanpa Izin Lokasi dan Izin Pengelolaan.
12. Penambahan Pasal baru diantara pasal 78 dan 79, yaitu Pasal 78A dan pasal 78B
Pasal baru ini berisi tentang kewenangan Menteri terhadap kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang ditetapkan sebelum diberlakukannya undang-undang ini. Serta izin pemanfaatan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Demikianlah perubahan-perubahan yang terjadi pada Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, harapannya perubahan peraturan perundangan ini dapat memberikan lebih banyak manfaat bagi kelangsungan hidup penduduk Indonesia. Dan juga perkembangan pengelolaan wilayah pesisir Indonesia dapat memberikan kontribusi penuh bagi kemajuan Negara Indonesia. Semoga.
Sumber Referensi :
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil