Munculnya
Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang dicetuskan oleh Djuanda
Kartawidjaja menyebabkan Indonesia bertambah dua kali lipat dari 2.027.087
kilometer persegi menjadi 5.193.250 kilometer persegi. Deklarasi ini
menyatakan bahwa laut Indonesia termasuk perairan sekitarnya dan kepulauan di
Indonesia, membuat dunia mengakui bangsa ini adalah negara kepulauan yang
berdaulat.
Sebelum
Deklarasi ini ditetapkan, wilayah Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia
Belanda 1939. Pulau-pulau di wilayah Nusantara hanya mempunyai laut di
sekeliling sejauh tiga mil dari garis pantai, yang berarti kapal asing boleh
dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Wilayah laut Indoesia sendiri diapit dua samudera besar
yaitu Hindia dan Pasifik adalah anugerah Sang Pencipta yang harus disyukuri
untuk dikelola dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Namun,
menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Koordinator
Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin, ternyata Indonesia belum memanfaatkan
potensi kelautan yang ada di Samudera Hindia karena kebijakan pembangunan masih
berorientasi ke Pantai Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa. Tidak kurang dari
65 persen minyak mentah dunia, 53 persen gas alam, 80,7 persen emas, 55 persen
timah, dan 77,3 persen karet alam terdapat di Samudera Hindia dan negara-negara
yang berbatasan dengannya. Selain itu, dari segi populasi,
sepertiga dari total penduduk dunia, atau sekitar dua miliar jiwa terdapat di negara-negara
Samudera Hindia. Bahkan, dari aspek pelayaran, lalu lintas di Samudera Hindia
naik sebesar 470 persen sejak 1970 dan diperkirakan akan terus naik sampai tiga
kali lipat selama 30 tahun ke depan.
Namun,
Indonesia masih memunggungi Samudera Hindia dan belum memanfaatkan potensinya
secara optimal. Padahal, Samudera Hindia merupakan samudera kedua terbesar
setelah Samudera Pasifik dengan luas sepertujuh permukaan bumi atau terbentang
seluas 73.440.000 kilometer persegi.
Pada
bagian barat Samudera Hindia berbatasan dengan Benua Afrika, bagian utara
dengan Benua Asia, bagian timur dengan Benua Australia serta bagian selatan
oleh Benua Antartika. Jika diperhatikan batas wilayah
Indonesia berdasarkan peta maka hampir sebagian besar menghadap ke Samudera
Hindia dibandingkan Samudera Pasifik. Pantai Barat, Pantai
Selatan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, hanya Pantai Timur yang
berhadapan dengan Samudera Pasifik.
Beliau
juga mengatakan bahwa di Samudera Hindia terdapat potensi perikanan berupa tuna
sirip biru yang harganya sangat mahal. Selain itu juga ada
sumber daya gas metana yang dapat dijadikan sumber energi alternatif pengganti
bahan bakar minyak, kata dia. Oleh sebab itu, sudah
saatnya menjadikan Samudera Hindia sebagai bagian dari halaman depan Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperkuat dan meningkatkan kebijakan
pemerintah.
Dirjen
Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri Octavian Thamrin
mengatakan saat ini Asia Timur dimaknai sebagai lokomotif pertumbuhan dunia
dengan adanya Tiongkok, Jepang dan Korea. Perdagangan dari Asia
Timur ke Eropa dan Amerika harus melewati Samudera Hindia, siapa yang
menguasai Samudera Hindia maka akan menguasai jalur energi.
Visi Presiden Jokowi untuk mengembalikan
kejayaan Indonesia sebagai Negara maritim sangat terkait dengan kepentingan
Indonesia di Samudera Hindia. Sebagai Negara kepulauan terbesar kedua di dunia,
laut adalah masa depan bagi ekonomi Indonesia. Laut telah menyediakan berbagai
potensi seperti ikan, mineral, minyak, gas, dan lain-lain yang perlu digarap
secara optimal bagi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Dalam pidato akhir tahun 2014, Menlu
Retno L.P. Marsudi menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi ketua dalam
perhimpunan asosiasi Negara-negara Samudera Hindia (IORA) pada akhir tahun 2015
ini. IORA adalah satu-satunya organisasi Negara-negara dikawasan Samudera
Hindia yang menghubungkan tiga benua, yaitu Australia, Asia, dan Afrika
termasuk kawasan Timur Tengah.
Untuk itu
dalam rangka memaksimalkan pengelolaan Samudera Hindia telah didirikan Indian
Ocean Regional Association pada Maret 1997, dengan negara pendiri Afrika
Selatan, Australia, India, Kenya, Mauritius, Oman dan Singapura. Tujuan didirikan untuk mendorong pertumbuhan yang
berkelanjutan dan pembangunan yang seimbang dari negara-negara anggota, kata
dia. Selain itu mendorong liberalisasi perdagangan,
menghilangkan hambatan dan rintangan dalam meningkatkan arus jasa, investasi
dan teknologi diantara negara-negara di Samudera Hindia.
IORA beranggotakan 21 negara,
diantaranya: Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, India,
Bangladesh, Sri Lanka, Oman, Yemen, Iran, UAE, Somalia, Seychelles, Mauritius,
Madagascar, Comoros, Tanzania, Kenya, Mozambique, dan Afrika Selatan.
Sementara dua Negara lainnya, yaitu Maldives dan Myanmar diharapkan dalam waktu
dekat akan segera bergabung ke dalam IORA. Disamping itu IORA memiliki enam
Negara mitra dialog, yaitu: Jepang, AS, Perancis, Inggris, Mesir, dan
China.
IORA didirikan secara
resmi sekitar 17 tahun yang lalu dengan Sekretariat di Mauritius, sebuah Negara
kecil di tengah Samudera Hindia dengan jumlah penduduk saat ini sekitar 1,3
juta jiwa dan pendapatan per kapita rata-rata sekitar USD 14.000. Indonesia
sudah bergabung dengan IORA dari sejak awal, namun baru pada 2015 ini,
sebagaimana telah dinyatakan oleh Menlu RI Retno, bahwa Indonesia akan menjadi
ketua IORA untuk periode dua tahun (2015 – 2017).
Selain
adanya organisasi antar Negara, peran akademisi juga sangat dibutuhkan dalam
pengembangan wilayah di sekitar Samudera Hindia. Peran akademisi ini dilatarbelakangi karena perlu ada
kajian lebih intensif untuk mengelola dan memanfaatkan potensi Samudera Hindia,
sebanyak 17 perguruan tinggi dari Indonesia dan Malaysia, mendeklarasikan
Indian Ocean Academic Forum (IAOF) atau Forum Akademis Samudera Hindia di
Padang, 12 Maret. Tujuan didirikan forum ini supaya dapat menggalang akademisi
di Indonesia untuk memanfaatkan potensi besar Samudera Hindia yang selama ini
belum tergali dengan maksimal.
Deklarasi
yang digelar di kampus Universitas Bung Hatta tersebut diikuti perwakilan
sejumlah perguruan tinggi mulai dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang,
Universitas Andalas (Unand) Padang, Universitas Sumatera Utara (USU), Institut
Pertanian Bogor (IPB). Kemudian, Universitas Lampung,
Universitas Brawijaya Malang, Universitas Bengkulu, Universitas Tri Sakti
Jakarta, Universitas Negeri Padang, Universiti Teknologi Malaysia, serta
perwakilan dunia usaha dan pemerintah daerah.
Sebagai sebuah organisasi
inter-governmental, IORA memiliki tujuan utama mengembangkan kerjasama di
bidang ekonomi dan perdagangan. Sampai saat ini, IORA tidak memiliki
agenda kerjasama di bidang politik. Untuk mencapai tujuan utama di atas,
Pertemuan COM IORA 2012 telah menetapkan enam prioritas kerjasama, yaitu : Maritime Safety and Security, dengan Flagship project berupa Maritime Transport Council; Trade and Investment Facilitation,
dengan Flagship project berupa Preferential Trade Agreement (PTA); Fisheries Management, dengan Flagship project berupa Fisheries Support
Unit (FSU); Disaster Risk Management; Academic and Science
&Technology Cooperation, dengan Flagship project berupa University Student Mobility Program for the Indian Ocean Region (UMIOR),
dan IORA Virtual Open
University; Tourism Promotion and Cultural Exchanges, dengan Flagship project berupa IORA Travel Card. Selain itu, pada 2013 Australia menambahkan
kerjasama “Women Empowerment”
sebagai cross-cutting issue dalam
prioritas kerjasama di atas.
Dalam struktur kerjasama IORA,
pertemuan tertinggi adalah tingkat menteri yang disebut Council of Ministers (COM) yang bertemu
sekali dalam setahun. Kemudian pertemuan pejabat tinggi (Committee of Senior
Officials – CSO) yang bertemu dua kali
dalam setahun (Bi-Annual) . Selain itu, juga terdapat pertemuan empat Working Group, yaitu: WG on Trade and
Investment; IOR Academic Group (IORAG); IOR Business Forum (IORBF); dan WG on Head of Missions (WGHM). Disamping
itu, IORA juga memiliki dua “specialized agency” yaitu: Regional Science for Regional Transfer (RCSTT)
yang berlokasi di Iran, dan Fisheries Support
Unit (FSU) yang berlokasi di Oman.
Sebagai anggota G-20,
Indonesia diyakini akan dapat berperan besar memperkuat kerjasama IORA di masa
datang. Negara-negara anggota IORA lainnya berharap pengalaman dan peran
sentral Indonesia di ASEAN sebagai asosiasi kerjasama Negara-negara berkembang
tersukses di planet ini akan dapat membawa perubahan yang signifikan dalam
kerjasama IORA.
Laut adalah masa depan dan
akan menjadi tulang punggung perekonomian di masa yang akan datang. Semoga
keketuaan Indonesia di IORA pada periode 2015 – 2017 akan sukses membawa
gerbong kerjasama yang semakin solid dan dirasakan manfaatnya oleh semua Negara
anggota. Indonesia, dalam memimpin IORA, diharapkan bisa
menggunakan IORA tidak hanya sebatas pembangunan proyek, namun juga norma. IORA
juga diharapkan menjadi organisasi yang lebih efektif dan mampu merangkul
negara-negara besar di sekitar Samudera Hindia yang bukan merupakan anggota
IORA.
Sumber Referensi :
- http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/209-diplomasi-februari-2015/1833-indian-ocean-rim-association-iora-peran-indonesia-memperkuat-kerjasama-di-kawasan-samudera-india.html
- http://www.antarasultra.com/berita/277267/dari-samudera-hindia-menuju-poros-maritim-dunia