Minggu, 29 Maret 2015

POSISI INDONESIA DI SAMUDERA HINDIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA

Munculnya Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang dicetuskan oleh Djuanda Kartawidjaja menyebabkan Indonesia bertambah dua kali lipat dari 2.027.087 kilometer persegi menjadi 5.193.250 kilometer persegi. Deklarasi ini menyatakan bahwa laut Indonesia termasuk perairan sekitarnya dan kepulauan di Indonesia, membuat dunia mengakui bangsa ini adalah negara kepulauan yang berdaulat.
Sebelum Deklarasi ini ditetapkan, wilayah Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939. Pulau-pulau di wilayah Nusantara hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh tiga mil dari garis pantai, yang berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Wilayah laut Indoesia sendiri diapit dua samudera besar yaitu Hindia dan Pasifik adalah anugerah Sang Pencipta yang harus disyukuri untuk dikelola dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Namun, menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin, ternyata Indonesia belum memanfaatkan potensi kelautan yang ada di Samudera Hindia karena kebijakan pembangunan masih berorientasi ke Pantai Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa. Tidak kurang dari 65 persen minyak mentah dunia, 53 persen gas alam, 80,7 persen emas, 55 persen timah, dan 77,3 persen karet alam terdapat di Samudera Hindia dan negara-negara yang berbatasan dengannya. Selain itu, dari segi populasi, sepertiga dari total penduduk dunia, atau sekitar dua miliar jiwa terdapat di negara-negara Samudera Hindia. Bahkan, dari aspek pelayaran, lalu lintas di Samudera Hindia naik sebesar 470 persen sejak 1970 dan diperkirakan akan terus naik sampai tiga kali lipat selama 30 tahun ke depan.
Namun, Indonesia masih memunggungi Samudera Hindia dan belum memanfaatkan potensinya secara optimal. Padahal, Samudera Hindia merupakan samudera kedua terbesar setelah Samudera Pasifik dengan luas sepertujuh permukaan bumi atau terbentang seluas 73.440.000 kilometer persegi.
Pada bagian barat Samudera Hindia berbatasan dengan Benua Afrika, bagian utara dengan Benua Asia, bagian timur dengan Benua Australia serta bagian selatan oleh Benua Antartika. Jika diperhatikan batas wilayah Indonesia berdasarkan peta maka hampir sebagian besar menghadap ke Samudera Hindia dibandingkan Samudera Pasifik. Pantai Barat, Pantai Selatan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, hanya  Pantai Timur yang berhadapan dengan Samudera Pasifik.
Beliau juga mengatakan bahwa di Samudera Hindia terdapat potensi perikanan berupa tuna sirip biru yang harganya sangat mahal. Selain itu juga ada sumber daya gas metana yang dapat dijadikan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak, kata dia. Oleh sebab itu, sudah saatnya menjadikan Samudera Hindia sebagai bagian dari halaman depan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperkuat dan meningkatkan kebijakan pemerintah.
Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri Octavian Thamrin mengatakan saat ini Asia Timur dimaknai sebagai lokomotif pertumbuhan dunia dengan adanya Tiongkok, Jepang dan Korea. Perdagangan dari Asia Timur ke Eropa dan Amerika  harus melewati Samudera Hindia, siapa yang menguasai Samudera Hindia maka akan menguasai jalur energi.
Visi Presiden Jokowi untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai Negara maritim sangat terkait dengan kepentingan Indonesia di Samudera Hindia. Sebagai Negara kepulauan terbesar kedua di dunia, laut adalah masa depan bagi ekonomi Indonesia. Laut telah menyediakan berbagai potensi seperti ikan, mineral, minyak, gas, dan lain-lain yang perlu digarap secara optimal bagi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Dalam pidato akhir tahun 2014, Menlu Retno L.P. Marsudi menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi ketua dalam perhimpunan asosiasi Negara-negara Samudera Hindia (IORA) pada akhir tahun 2015 ini. IORA adalah satu-satunya organisasi Negara-negara dikawasan Samudera Hindia yang menghubungkan tiga benua, yaitu Australia, Asia, dan Afrika termasuk kawasan Timur Tengah.
Untuk itu dalam rangka memaksimalkan pengelolaan Samudera Hindia telah didirikan Indian Ocean Regional Association pada Maret 1997, dengan negara pendiri Afrika Selatan, Australia, India, Kenya, Mauritius, Oman dan Singapura. Tujuan didirikan untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan pembangunan yang seimbang dari negara-negara anggota, kata dia. Selain itu mendorong liberalisasi perdagangan, menghilangkan hambatan dan rintangan dalam meningkatkan arus jasa, investasi dan teknologi diantara negara-negara di Samudera Hindia.
IORA beranggotakan 21 negara, diantaranya: Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, India, Bangladesh, Sri Lanka, Oman, Yemen, Iran, UAE, Somalia, Seychelles, Mauritius, Madagascar, Comoros, Tanzania, Kenya, Mozambique, dan Afrika Selatan.  Sementara dua Negara lainnya, yaitu Maldives dan Myanmar diharapkan dalam waktu dekat akan segera bergabung ke dalam IORA. Disamping itu IORA memiliki enam Negara mitra dialog, yaitu: Jepang, AS, Perancis, Inggris, Mesir, dan  China.
IORA didirikan secara resmi sekitar 17 tahun yang lalu dengan Sekretariat di Mauritius, sebuah Negara kecil di tengah Samudera Hindia dengan jumlah penduduk saat ini sekitar 1,3 juta jiwa dan pendapatan per kapita rata-rata sekitar USD 14.000. Indonesia sudah bergabung dengan IORA dari sejak awal, namun baru pada 2015 ini, sebagaimana telah dinyatakan oleh Menlu RI Retno, bahwa Indonesia akan menjadi ketua IORA untuk periode dua tahun (2015 – 2017).
Selain adanya organisasi antar Negara, peran akademisi juga sangat dibutuhkan dalam pengembangan wilayah di sekitar Samudera Hindia. Peran akademisi ini dilatarbelakangi karena perlu ada kajian lebih intensif untuk mengelola dan memanfaatkan potensi Samudera Hindia, sebanyak 17 perguruan tinggi  dari Indonesia dan Malaysia, mendeklarasikan Indian Ocean Academic Forum (IAOF) atau Forum Akademis Samudera Hindia di Padang, 12 Maret. Tujuan didirikan forum ini supaya dapat menggalang akademisi di Indonesia untuk memanfaatkan potensi besar Samudera Hindia yang selama ini belum tergali dengan maksimal.
Deklarasi yang digelar di kampus Universitas Bung Hatta tersebut diikuti perwakilan sejumlah perguruan tinggi mulai dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Universitas Andalas (Unand) Padang, Universitas Sumatera Utara (USU), Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemudian, Universitas Lampung, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Bengkulu, Universitas Tri Sakti Jakarta, Universitas Negeri Padang, Universiti Teknologi Malaysia, serta perwakilan dunia usaha dan pemerintah daerah.
Sebagai sebuah organisasi inter-governmental, IORA memiliki tujuan utama mengembangkan kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan. Sampai saat ini,  IORA tidak memiliki agenda kerjasama di bidang politik. Untuk mencapai tujuan utama  di atas, Pertemuan COM IORA 2012 telah menetapkan enam prioritas kerjasama, yaitu : Maritime Safety and Security, dengan Flagship project berupa Maritime Transport Council; Trade and Investment Facilitation, dengan Flagship project berupa Preferential Trade Agreement (PTA); Fisheries Management, dengan Flagship project berupa Fisheries Support Unit (FSU); Disaster Risk Management; Academic and Science &Technology Cooperation, dengan Flagship project berupa University Student Mobility Program for the Indian Ocean Region (UMIOR), dan IORA Virtual Open University; Tourism Promotion and Cultural Exchanges, dengan Flagship project berupa IORA Travel Card. Selain itu, pada 2013 Australia menambahkan kerjasama “Women Empowerment” sebagai cross-cutting issue dalam prioritas kerjasama di atas.
Dalam struktur kerjasama IORA, pertemuan tertinggi adalah tingkat menteri yang disebut Council of Ministers (COM) yang bertemu sekali dalam setahun. Kemudian pertemuan pejabat  tinggi (Committee of Senior Officials – CSO) yang bertemu dua kali dalam setahun (Bi-Annual) . Selain itu, juga terdapat pertemuan empat Working Group, yaitu: WG on Trade and Investment; IOR Academic Group (IORAG); IOR Business Forum (IORBF); dan WG on Head of Missions (WGHM). Disamping itu, IORA juga memiliki dua “specialized agency” yaitu: Regional Science for Regional Transfer (RCSTT) yang berlokasi di Iran, dan Fisheries Support Unit  (FSU) yang berlokasi di Oman.
Sebagai anggota G-20, Indonesia diyakini akan dapat berperan besar memperkuat kerjasama IORA di masa datang.  Negara-negara anggota IORA lainnya berharap pengalaman dan peran sentral Indonesia di ASEAN sebagai asosiasi kerjasama Negara-negara berkembang tersukses di planet ini akan dapat membawa perubahan yang signifikan dalam kerjasama IORA.
Laut adalah masa depan dan akan menjadi tulang punggung perekonomian di masa yang akan datang. Semoga keketuaan Indonesia di IORA pada periode 2015 – 2017 akan sukses membawa gerbong kerjasama yang semakin solid dan dirasakan manfaatnya oleh semua Negara anggota. Indonesia, dalam memimpin IORA, diharapkan bisa menggunakan IORA tidak hanya sebatas pembangunan proyek, namun juga norma. IORA juga diharapkan menjadi organisasi yang lebih efektif dan mampu merangkul negara-negara besar di sekitar Samudera Hindia yang bukan merupakan anggota IORA.



Sumber Referensi :
  • http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/209-diplomasi-februari-2015/1833-indian-ocean-rim-association-iora-peran-indonesia-memperkuat-kerjasama-di-kawasan-samudera-india.html
  • http://www.antarasultra.com/berita/277267/dari-samudera-hindia-menuju-poros-maritim-dunia


Minggu, 22 Maret 2015

EKOSISTEM LAMUN DI INDONESIA

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh denganbaik dalam lingkungan laut dangkal (WOOD et al. 1969). Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae).
Suatu hamparan laut dangkal yang didominasi oleh tumbuhan lamun dikenal sebagai padang lamun. Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales yang beradaptasi di air asin.
Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut dangkal (kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari perairan (selalu tergenang). Ia dapat dianggap sebagai bagian dari ekosistem mangrove, walaupun padang lamun dapat berdiri sendiri. Padang lamun juga dapat dilihat sebagai ekosistem antara ekosostem mangrove dan terumbu karang.
Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum. Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Azkab, 1999; Bengen 2001).
Di padang lamun atau pada ekosistem lamun terdapat banyak organisme yang hidup atau berasosiasi dengan padang lamun tersebut seperti ikan, kepiting, udang, lobster, seaurchin (bulu babi), dan lainnya.  Sebagian besar  organisma pantai (ikan, udang, kepiting dll) mempunyai hubungan ekologis dengan habitat lamun. Sebagai habitat yang ditumbuhi berbagai spesies lamun, padang lamun memberikan tempat yang sangat strategis bagi perlindungan ikan-ikan kecil dari “pengejaran” beberapa predator, juga tempat hidup dan mencari makan bagi beberapa jenis udang dan kepiting.
Lamun, merupakan bagian dari beberapa ekosistem dari wilayah pesisir dan lautan perlu dilestarikan, memberikan kontribusi pada peningkatan hasil perikanan dan pada sektor lainya seperti pariwisata. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian khusus seperti halnya ekosistem lainnya dalam wilayah pesisir untuk mempertahankan kelestariannya melalui pengelolaan secara terpadu. Secara langsung dan tidak langsung memberikan manfaat untuk meningkatkan perekonomian terutama bagi penduduk di wilayah pesisir.
Habitat lamun dapat dipandang sebagai suatu komunitas, dalam hal ini padang lamun merupakan suatu kerangka struktural yang berhubungan dalam proses fisik atau kimiawi yang membentuk sebuah ekosistem. Mengingat pentingnya peranan lamun bagi ekosistem di laut dan semakin besarnya tekanan gangguan baik oleh aktifitas manusia maupun akibat alami, maka perlu diupayakan usaha pelestarian lamun melalui pengelolaan yang baik pada ekosistem padang lamun.
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi.
Lamun juga berperan penting terhadap kesehatan ekosistem terumbu karang. Ekosistem padang lamun menyaring sedimen yang berasal dari daratan kearah laut. Sedimen bisa berupa pasir, lumpur atau bahkan sampah yang bisa menutupi karang dan menyebabkan karang stres. Sedimen di ekosistem padang lamun juga dimanfaatkan menjadi materi organik yang bisa berguna bagi ekosistem terumbu karang. Daun lamun yang terbawa ke ekosistem terumbu karang dapat terurai menjadi senyawa yang dibutuhkan oleh biota terumbu karang.
Pada ekosistem lamun, juga menjadi tempat memijah beberapa biota terumbu karang, seperti ikan baronang dan beberapa jenis bintang laut. Lamun juga merupakan makanan bagi penyu. Padang lamun juga berperan sebagai perantara transfer materi dari ekosistem mangrove ke ekosistem terumbu karang. Biota dari padang lamun juga bisa menjadi makanan bagi biota terumbu karang, karena terkadang, biota dari padang lamun, baik secara sengaja atau tidak bisa ke ekosistem terumbu karang.
Lamun  mempunyai peran penting ditinjau dari beberapa aspek :
  • Keanekaragaman hayati: Padang lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.  Indonesia diperkirakan memiliki 13 jenis lamun.  Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, moluska, krustacea, ekinodermata, penyu, dugong, dll.
  • Kualitas air: Lamun dapat membantu mempertahankan kualitas air.
  • Perlindungan: Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai.
  • Ekonomi: Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk menyokong kehidupan masyarakat, seperti untuk makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
Selanjutnya dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupuin secara modern.
  • Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk pembuatan kompos dan pupuk, cerutu dan mainan anak-anak, anyaman menjadi keranjan, tumpukan untuk pematang, pengisi kasur, makanan, serta dibuat menjadi jaring ikan.
  • Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk penyaring limbah, stabilizator pantai, bahan untuk pabrik kerta, makanan, obat-obatan, dan sumber bahan kimia.
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di perairan yang cukup rentan terhadap perubahan yang terjadi. Sehingga mudah mengalami kerusakan. Ekosistem lamun juga sering dijumpai berdampingan atau saling tumpang tindih dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Bahkan terdapat interkoneksi antar ketiganya, dimana ekspor dan impor energi dan materi terjadi diantara ketiganya. Ada ikan jenis-jenis tertentu dapat berenang melintas batas dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya.
Karena fungsi lamun tak banyak dipahami, banyak padang lamun yang rusak oleh berbagai aktivitas manusia. Luas total padang lamun di Indonesia semula diperkirakan 30.000 km2, tetapi diperkirakan kini telah menyusut sebanyak 30 – 40 %.  Kerusakan ekosistem lamun antara lain karena reklamasi dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran, penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkap lebih (over-fishing).  Pembangunan pelabuhan dan industri di Teluk Banten misalnya, telah melenyapkan ratusan hektar padang lamun. Tutupan lamun di Pulau Pari ( DKI Jakarta) telah berkurang sebanyak 25 % dari tahun 1999 hingga 2004.
Kerusakan lamun juga dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress. Kerusakan-kerusakan ekosistem lamun yang disebabkan oleh natural stress biasanya disebabkan oleh gunung meletus, tsunami, kompetisi dan predasi. Dan anthrogenik stress bisa disebabkan :
  • Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga
  • Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh sinar matahari)
  • Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak memupuk tambak)
  • Water polution (logam berat dan minyak)
  • Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihan dan cara penangkapannya yang merusak)

Munculnya kerusakan ekosistem lamun tersebut disebabkan karena :
  • Kurangnya pemahaman dan kepedulian masyarakat akan pentingnya ekosistem padang lamun
  • Kondisi kemiskinan masyarakat pesisir
  • Terbatasnya alternatif penghasilan untuk masyarakat lokal
  • Belum adanya pengelolaan padang lamun yang terintegrasi
  • Kelemahan hukum dan upaya penegakannya

Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam  diberikan porsi yang lebih besar.
Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang lamun adalah pengelolaan berbasis masyakaratak (Community Based Management). Raharjo (1996) mengemukakan  bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan. Dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan  terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut, antara lain :
  1. Pengelolaan Berwawasan LingkunganDalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. 
  2. Pengelolaan Berbasis MasyarakatMenurut definisi, pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimanan pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah terletak atau berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut (Carter, 1996). Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (community-base management) dapat didefinisikan sebagai proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdaya lautnya, dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, dan tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw, 2002; Dahuri, 2003).
  3. Pendekatan Kebijakan Perumusan kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun memerlukan suatu pendekatan yang dapat diterapkan secara optimal dan berkelanjutan melalui pendekatan keterpaduan. Pendekatan kebijakan ini mengacu kepada pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu, yaitu pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir.


Sumber Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Padang_lamun
https://aripbayuadi.wordpress.com/2010/12/18/pengelolaan-ekosistem-lamun/
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=236%3Amanfaat-lamun-bagi-ekosistem-terumbu-karang&catid=58%3Aekowisata&Itemid=54&lang=id
http://geoenviron.blogspot.com/2013/03/padang-lamun.html

Minggu, 15 Maret 2015

KONDISI WILAYAH PESISIR PANTAI UTARA JAWA

Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropis yang terdiri atas sekitar 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.475 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km (Kusmana, 2008), dengan kondisi fisik lingkungan dan iklim yang beragam. Total luas wilayah Indonesia tersebut adalah sekitar 9 juta km2 yang terdiri atas 2 juta km2 daratan dan 7 juta km2 lautan (Polunin, 1983). Oleh karena itu Indonesia mempunyai ekosistem pesisir yang luas dan beragam yang terbentang pada jarak lebih dari 5.000 km dari timur ke barat kepulauan dan pada jarak 2.500 km dari arah utara ke selatan kepulauan. Salah satu wilayah pesisir di Indonesia adalah wilayah Pantai Utara Jawa. Banyak sekali ekosistem pesisir yang berada di wiliayah ini. Perkembangan zaman menyebabkan perubahan ekosistem di wilayah pesisir ini.

Wilayah Pantai Utara Pulau Jawa dikenal melalui Jalur Pantura (Pantai Utara) yang merupakan jalan nasional sepanjang 1.316 km antara Merak hingga Ketapang, Banyuwangi di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, khususnya antara Jakarta dan Surabaya.

Jalur Pantura melintasi 5 provinsi: Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ujung paling barat terdapat Pelabuhan Merak, yang menghubungkannya dengan Pelabuhan Bakauheni di Pulau Sumatra, ujung paling selatan dari Jalan Trans Sumatera. Ujung paling timur terdapat Pelabuhan Ketapang yang menghubungkannya dengan Pelabuhan Gilimanuk di Pulau Bali. Jalur Pantura merupakan jalan yang menghubungkan bagian barat Pulau Jawa dan bagian timurnya.

Saat ini kondisi lingkungan laut dan pesisir semakin tambah mengkhawatirkan. Hampir di sepanjang Pantai Utara Jawa ekosistem terumbu karang dan pohon-pohon bakau/mangrove atau tanaman pantai lainya yang dapat berfungsi sebagai penangkis gelombang pasang sudah banyak yang punah. Dapat di pastikan, setiap kali musim air laut sedang pasang, hempasan gelombang dan ombak menerjang rumah-rumah penduduk dan jalan raya karena sudah tidak ada lagi tanaman pantai yang dapat menahan laju gelombang pasang. Berikut merupakan beberapa krisis ekologi kelautan Pantura, antara lain :

1. Rusaknya Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang keberkelangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Dalam hal ini, mangrove sendiri merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources) yang menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung dan produk tidak langsung) yang berguna untuk menunjang keperluan hidup penduduk pesisir dan pelayanan lindungan lingkungan untuk menyangga sistem kehidupan masyarakat tersebut. Saat ini tanaman mangrove yang berfungsi sebagai penangkis gelombang pasang sudah banyak yang punah. Dapat di pastikan, setiap kali musim air laut sedang pasang, hempasan gelombang dan ombak menerjang rumah-rumah penduduk dan jalan raya karena sudah tidak ada lagi tanaman pantai yang dapat menahan laju gelombang pasang. Parahnya, banyak kawasan hutan bakau yang jadi gundul karena ulah para pemodal yang melakukan konversi lahan. Dan para penguasa setempat membiarkannya saja, karena hal itu dinilai bisa menambah pemasukan daerah.

2. Biota Laut 

Kehidupan biota laut terancam punah dan ikan-ikan menjauh ke lepas pantai sehingga tidak terjangkau oleh nelayan kecil. Ikan-ikan di laut Jawa ini sudah menjauh ke lepas pantai yang susah dijangkau oleh para nelayan dengan perahu kecil di samping itu juga seringnya gelombang tinggi terjadi di pantai sehingga para nelayan ini takut melaut. Ancaman kepunahan biota laut ini disebabkan oleh pencemaran dari limbah industri dan rumah tangga. Seperti diketahui, seluruh aktivitas masyarakat mengalirkan limbah tanpa melakukan pengolahan.

3. Abrasi Pesisir Pantai 

Abrasi pantai sebagian besar terjadi pada pantai-pantai yang menghadap langsung arah laut lepas. Adapun pantai-pantai yang terlindung sedikit sekali terjadi abrasi. Erosi pada pinggir sungai relatif kecil karena masih adanya komunitas nipah yang menahan longsornya daratan. Pantai Utara Jawa Tengah pada umumnya merupakan daerah rawan abrasi. Umumnya abrasi terjadi akibat rusaknya sabuk hijau. Di beberapa daerah Barat, abrasi terjadi pada daerah yang berbentuk teluk terutama pada musim penghujan akibat pengaruh besarnya ombak, angin dan adanya arus Barat. Menurut survei Kementerian Kelautan dan Perikanan, abrasi pesisir pantai terparah terjadi di Pulau Jawa. Abrasi telah mengikis 10 meter dari bibir pantai dan hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung biota laut dan tempat pemindahan ikan sudah hampir punah. Kerusakan Mangrove di Pantura telah mencapai sekitar 67 persen.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Berikut ini merupakan beberapa potensi bencana di wilayah Pantura, antara lain :

1. Banjir Rob

Di Pantura, kondisi hidrologi dikontrol oleh aliran sungai-sungai dengan debit aliran dan beban sedimen yang tinggi, khususnya pada musim penghujan, dan kondisi airtanah pada umumnya berasa payau hingga asin, yang hampir merata di seluruh satuan dataran pantai yang berlumpur (endapan aluvium). Kondisi hidrologi seperti ini merupakan faktor penyebab bahaya banjir fluvial (saat musim hujan) dan banjir rob (saat musim kemarau). Pantai Utara Jawa memililki kerawanan lingkungan relatif rentan terhadap pencemaran perairan sungai akibat limbah domestik (perkotaan) dan industri. Curah hujan yang tinggi pada daerah hulu (hinterland), sedangkan daerah hilir (low land) berupa dataran dengan material lempung dan sedimentasi yang intensif, dapat menyebabkan banjir musiman dan genangan.

2. Pembuangan Limbah

Akselerasi pertumbuhan industi di kawasan daratan dan pesisir Pantai Utara telah mengakibatkan gundulnya hutan mangrove disekitarnya. Ditambah pula pembangunan pelabuhan industri terpadu, dan tempat-tempat wisata tepi pantai di Kabupaten Gresik, Lamongan dan Tuban banyak mengahasilkan limbah buangan yang mengakibatkan, pendangkalan sungai, sedimen laut dan semakin rusaknya ekosistem terumbu karang. Pantura semakin parah kondisinya dengan melimpahnya limbah industri di perairan tersebut. Sebelah barat Kabupaten Brebes dan Timur hingga Kabupaten Rembang pesisir pantainya rusak berat akibat sampah dan limbah pabrik.

3. Penurunan Permukaan Tanah
Guru Besar Oseanografi Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor Safwan Hadi menjelaskan berdasarkan hasil penelitian, pada saat ini terjadi penurunan permukaan tanah di Jakarta sebesar 12 centimeter per tahun karena beban bangunan dan pengambilan air tanah. Dengan demikian, diharapkan kekhawatiran terhadap akan tenggelamnya ibukota Jakarta bisa diminimalisir atau dihilangkan sama sekali. Pantai Utara Jawa pada daerah hulu dan daerah hilir berupa dataran dengan material lempung yang bersifat plastis dengan daya dukung rendah, sehingga apabila terlalu besar mendapatkan beban di atasnya, dapat menyebabkan amblesan (subsidence), yang dapat memicu kejadian banjir pasang (banjir rob).

Dengan adanya perubahan ekosistem serta ancaman bencana tersebut, diharapkan kita sebagai masyarakat Indonesia dapat berpartisipasi dalam menjaga keutuhan serta kelestarian ekosistem di wilayah pesisir, khususnya di daerah Pantai Utara Jawa. Peranan masyarakat serta pemerintah sangatlah penting bagi terciptanya ekosistem pesisir, sehingga hal ini nantinya juga akan bermanfaat bagi kedupan masyarakat sekitar.


Sumber Referensi :
http://geoinfo.amu.edu.pl/qg/archives/2012/QG313_047-055.pdf
http://www.wetlands.org/LinkClick.aspx?fileticket=rv2jbvHx%2BHw%3D&tabid=56
https://www.academia.edu/5093207/ekologi_dan_potensi_bencana_di_wilayah_pantai_utara_jawa
http://eprints.undip.ac.id/40753/2/02-BAB_01.pdf







Minggu, 08 Maret 2015

INDONESIA MENJADI POROS MARITIM DUNIA, SIAPKAH?

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.480 pulau yang terdiri dari sejumlah pulau besar dan lebih dari 1.000 pulau-pulau kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Adapun wilayah laut teritorial seluas 5,8 juta km2 atau sebesar 63% dari total wilayah teritorial Indonesia, dengan luas Zona Ekonomi Eksklusif 2,7 juta km2 dan garis pantai sepanjang 95.181 km. Hal-hal tersebut menjadikan wilayah pesisir Indonesia memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi. Keanekaragaman sumberdaya alam yang terdapat di wilayah pesisir, mengakibatkan wilayah ini umumnya merupakan pemusatan berbagai kegiatan pembangunan seperti pemukiman, pertambakan, tempat rekreasi, sarana penghubung dan sebagainya.

Sejarah telah membuktikan, bahwa Indonesia dari sisi geopolitik dan geostrateginya sangat pantas untuk mengembangkan negara kemaritiman. Hal ini dapat dilihat dari kejayaan kedua kerajaan besar pada zaman dahulu yaitu kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit yang memiliki masa kejayaan di bidang maritim sampai bisa menyatukan Nusantara pada masa itu. Dengan adanya sejarah masa lalu Indonesia tersebut, sangat memungkinkan Indonesia mengembangkan Negara kemaritimannya, bahkan menjadikan Negara Indonesia sebagai poros maritim dunia.  

Indonesia sudah sesuai geopolitik, geostrategis, dan geografinya sebagai negara kepulauan untuk menjadi poros maritim dunia. Negara Indonesia memiliki empat titik strategis yang dilalui 40% kapal-kapal perdagangan dunia yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar yang bisa memberikan peluang besar untuk memfasilitasi Indonesia menjadi pusat industri perdagangan serta pelayaran maritim dunia.

Tantangan sekaligus peluang yang dihadapi berupa derasnya arus globalisasi serta perubahan paradigma sektor industri dunia. Sudah banyak industri yang berskala global. Untuk menghadapi hal tersebut, Indonesia sudah harus siap dengan sumber daya manusia dan teknologinya untuk menerima sektor industri dunia, contohnya kapal-kapal luar negeri. Untuk melayani kapal-kapal industri tersebut, titik maritim dunia harus diletakkan di dekat alur laut. Berdasarkan penelitian Bappenas, Indonesia memiliki 18 titik maritim dunia.

Untuk menjadi sebuah negara maritim, maka infrastrukur (jalan) antar pulau dan sepanjang pantai di setiap pulau merupakan hal yang harus dibangun dan dikembangkan. Jalan antar pulau ini harus benar-benar dapat direalisasikan di masa mendatang untuk mempercepat transportasi antar pulau di Indonesia.

Pola pengembangan transportasi di Indonesia mungkin tidak dilandasi atas dasar negara maritim. Hal ini terlihat dari jarangnya jalan utama yang dibangun di sepanjang pantai dan pusat pengembangan kota berada pada daerah daratan. Untuk menjadi negara maritim maka pembangunan infrastruktur sepanjang pantai dan antar pulau merupakan hal yang harus dilaksanakan sehingga transpotasi hasil-hasil kelautan menjadi mudah dan hubungan antar pulau juga menjadi lebih cepat dan efisien serta pengembangan perekonomian juga akan berkembang di daerah pesisir.

Indonesia sangat mungkin menjadi menjadi poros maritim dunia mengingat Indonesia berada di daerah equator, antara dua benua Asia dan Australia, antara dua samudera Pasifik dan Hindia, serta negara-negara Asia Tenggara. Untuk dapat menjadi poros maritim dunia maka sistem pelabuhan di Indonesia harus dimodernisasi sesuai dengan standard internasional sehingga pelayanan dan akses di seluruh pelabuhan harus mengikuti prosedur internasional. Pembangunan pelabuhan internasional yang baru mungkin diperlukan untuk mengantisipasi jumlah dan aktivitas perdagangan yang semakin meningkat ke depan. 

Permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini untuk menuju sebuah negara maritim dan poros maritim dunia adalah kurangnya komitmen dari para pemimpin kita untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim seperti kurangnya dana APBN untuk kelautan, kurangnya sumber daya manusia di bidang kelautan, kurangnya pembangunan ke arah sektor kelautan, kurangnya sarana, prasarana, dan dana riset bidang kelautan, serta kurangnya pengembangan dan penerapan teknologi untuk bidang kelautan.

Untuk itu, pemerintah Indonesia harus mampu membuat kebijakan pembangunan yang berorientasi dalam bidang kelautan dan meningkatkan anggaran APBN untuk bidang kelautan sehingga infrastruktur di daerah pesisir dan antarpulau dapat dikembangkan, SDM bidang kelautan dapat ditingkatkan, kualitas pelabuhan dapat ditingkatkan menjadi bertaraf internasional, pengawasan dan produksi perikanan dapat ditingkatkan, penelitian dan kesehatan lingkungan laut dapat ditingkatkan, serta pengembangan dan pemanfaatan teknologi kelautan dapat ditingkatkan.

Dalam proses menuju poros maritim dunia perlu adanya lima pilar pembangunan maritim untuk dikembangkan. Pertama yaitu membangun SDM, budaya, dan iptek kelautan unggulan dunia. Kedua dengan mengembangkan ekonomi perikanan, pariwisata, ESDM, pelayaran, dan konstruksi kelautan. Ketiga adalah mengelola wilayah laut, menata ruang terintegrasi darat, dan laut serta mengembangkan kota-kota 'bandar dunia' menggunakan prinsip berkelanjutan. Keempat yaitu pembangunan sistem pertahanan dan keamanan berbasis geografi negara kepulauan. Kemudian yang terakhir adalah mengembangkan sistem hukum kelautan.

Dengan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia (industri hulu), nantinya industri-industri yang lain sebagai industri hilir akan berkembang dengan sendirinya. Bisa dibayangkan, setiap perdagangan internasional di Asia Pasifik, akan melalui laut Indonesia dan bongkar pasang barang di Indonesia. Sehingga akan banyak sekali penghasilan yang akan diadapatkan oleh Negara Indonesia dari sector maritime tersebut.
Dengan melihat potensi Indonesia sebagai negara maritim dan sekaligus belajar dari sejarah Nusantara, tentunya Indonesia mampu mengulang kejayaan masa lalu di bawah Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Potensi-potensi yang dimiliki Indonesia tersebut bahkan mampu menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sehingga hal ini akan menjadikan Indonesia sebagai Negara yang makmur terutama di bidang maritim, dan memberikan pengaruh bagi negara-negara di seluruh dunia. Tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini seharusnya mampu menjadikan Indonesia untuk lebih bertekad dalam proses pembentukan poros maritime dunia.
Sumber Referensi :
  • Materi kuliah "Kebijakan dan Strategi Pembangunan Wilayah Pesisir” oleh Bapak I Made Andi Arsana
  • http://www.antaranews.com/berita/449356/mewujudkan-indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia
  • http://www.koran-sindo.com/read/950339/161/menuju-poros-maritim-dunia-1421207985 
  • http://www.itb.ac.id/news/4550.xhtml

Minggu, 01 Maret 2015

KONSEP WAWASAN NUSANTARA DAN HUBUNGAN ANTARNEGARA

       Bentuk geografis Republik Indonesia sebagai suatu negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau mempunyai sifat dan corak tersendiri yang memerlukan pengaturan akademis. Bahwa bagi kesatuan wilayah atau teritorial RI, semua kepulauan serta laut yang terletak diantaranya harus dianggap sebagai satu kesatuan yang utuh. Bahwa ketetapan batas-batas laut teritorial yang diwarisi dari pemerintah kolonial sudah tidak sesuai lagi dengan kepentingan, keselamatan dan keamanan Negara RI.  Oleh karenanya diperlukan suatu sikap oleh bangsa Indonesia untuk menyelamatkan keutuhan Negara Republik Indonesia, salah satunya adalah wawasan nusantara.
         Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional. Salah satu fungsi wawasan nusantara adalah sebagai wawasan kewilayahan, sehingga berfungsi dalam pembatasan negara, agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga. Batasan dan tantangan negara Republik Indonesia adalah :
  • Risalah sidang BPUPKI tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 tentang negara Republik Indonesia dari beberapa pendapat para pejuang nasional. Dr. Soepomo menyatakan Indonesia meliputi batas Hindia BelandaMuh. Yamin menyatakan Indonesia meliputi SumateraJawaSunda Kecil, BorneoSelebesMaluku-AmbonSemenanjung MelayuTimor,PapuaIr. Soekarno menyatakan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
  • Ordonantie (UU Belanda) 1939, yaitu penentuan lebar laut sepanjang 3 mil laut dengan cara menarik garis pangkal berdasarkan garis air pasang surut atau countourpulau/darat. Ketentuan ini membuat Indonesia bukan sebagai negara kesatuan, karena pada setiap wilayah laut terdapat laut bebas yang berada di luar wilayah yurisdiksi nasional
  • Deklarasi Juanda, 13 Desember 1957 merupakan pengumuman pemerintah RI tentang wilayah perairan negara RI, yang isinya:
  1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi berdasarkan garis pasang surut (low water line), tetapi pada sistem penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari garis yang menghubungkan titik - titik ujung yang terluar dari pulau-pulau yang termasuk dalam wilayah RI
  2. Penentuan wilayah lebar laut dari 3 mil laut menjadi 12 mil laut
  3. Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebagai rezim Hukum Internasional, di mana batasan nusantara 200 mil yang diukur dari garis pangkal wilayah laut Indonesia. Dengan adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal, Indonesia menjadi utuh dan tidak terpecah lagi
    Dalam literatur Hubungan Internasional, masalah teritorial merupakan salah satu penyebab klasik munculnya konflik antarnegara dan menjadi ancaman konstan bagi perdamaian serta keamanan internasional. Ketidakjelasan batas teritorial, salah satunya, menjadi faktor laten penyebab munculnya sengketa perbatasan yang akan mengganggu stabilitas hubungan antarnegara. Bahkan negara-negara bertetangga yang menikmati hubungan paling bersahabat pun rentan mengalami konflik berkepanjangan jika tidak mengetahui secara persis lokasi perbatasan mereka baik darat maupun laut. Hal ini diakibatkan oleh ketidakjelasan akan menimbulkan klaim tumpang tindih teritorial yang akhirnya bermuara pada sengketa dan konflik perbatasan.
         Dalam konteks Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan garis pantai sekitar 81.900 km dan memiliki wilayah perbatasan dengan 10 negara, baik darat maupun laut, perbatasan negara merupakan manifestasi utama kedaulatan wilayah negara, dimana mempunyai nilai penting dalam penentuan batas wilayah kedaulatan, pemanfaatan sumber daya alam,  peningkatan keamanan dan keutuhan wilayah. Letak geografis Indonesia yang berbatasan dengan 3 negara di wilayah darat dan 10 negara di wilayah laut mengharuskan Indonesia untuk menyelesaikan perjanjian perbatasan antarnegara, terutama untuk segmen-segmen perbatasan negara yang belum disepakati. Salah satu agenda utama Pemerintah Indonesia adalah memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui delimitasi dan demarkasi wilayah dengan negara-negara tetangga dalam konteks diplomasi perbatasan (border diplomacy). Kontribusi diplomasi perbatasan Indonesia tidak hanya berdampak dalam skala multilateral akan tetapi dalam kerangka bilateral.
    Dalam skala multilateral, perjuangan diplomasi perbatasan Indonesia sejak tahun 1958 berhasil mengukuhkan status Indonesia sebagai negara kepulauan secara internasional dalam prinsip hukum laut United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) pada tahun 1982. Sebelumnya, batas laut wilayah negara kepulauan hanya 3 mil laut dari titik pulau terluar. Namun, dengan diterimanya prinsip negara kepulauan maka laut-laut di tengah kepulauan Indonesia bukan lagi dianggap sebagai perairan internasional, melainkan sebagai laut pedalaman. Dengan demikian, keberhasilan mengukuhkan kesatuan wilayah daratan dan lautan NKRI di mata dunia tidak terlepas dari kontribusi diplomasi perbatasan.
           Jika ditinjau dari kerangka bilateral, hingga November 2010, Indonesia telah menetapkan batas dengan tujuh negara meskipun belum sepenuhnya tuntas. Batas maritim sudah ditetapkan sejak tahun 1969 dengan Malaysia dan dengan Vietnam tahun 2003. Selain itu, Indonesia telah menetapkan batas maritim dengan India, Thailand, Singapura, Papua Nugini, dan Australia. Meski demikian, hingga saat ini Indonesia belum menyepakati satupun batas maritim dengan Filipina, Palau, dan Timor Leste. Perundingan dengan Filipina sedang berjalan, sementara itu penjajakan dengan Palau sudah dilakukan setelah dibentuknya kantor perwakilan Indonesia di negara tersebut tahun 2007. Sedangkan dengan Timor Leste, Indonesia masih harus berkonsentrasi pada penyelesaian batas darat yang sudah mencapai 97% dari total batas darat yang harus didemarkasi. Terakhir dengan Singapura, Indonesia telah menyelesaikan perjanjian delimitasi laut teritorial di 2 segmen baik tengah tahun 1973 dan barat (Nipah-Tuas)  tahun 2009 di Selat Singapura.
    Sejumlah keberhasilan Indonesia dalam proses diplomasi di atas menunjukkan bahwa diplomasi perbatasan maritim menjadi sebuah tindakan yang baik dalam penguatan konsepsi wawasan nusantara guna menjaga dan memelihara keamanan dan pertahanan wilayah Indonesia.