Minggu, 31 Mei 2015

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK WILAYAH PESISIR DAN LAUT

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya  alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam ini perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan dan melakukan usaha untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang baik diperlukan metode dengan pendekatan multidisplin ilmu yang meliputi berbagai aspek, seperti aspek pemanfaatan sumberdaya, kelestarian lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat. Teknologi penginderaan  jauh mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam dan lingkungan wilayah pesisir dan laut.

Produktivitas perikanan di Indonesia, sebenarnya berpangkal dari iptek, seperti kurangnya informasi, armada kapal yang handal dan penanganan pasca panen. Dalam kaitannya dengan informasi perikanan, teknologi penginderaan jauh dapat diandalkan untuk mengatasi masalah ini. Potensi sumberdaya perikanan/kelautan sangat erat kaitannya dengan produktivitas primer dari suatu perairan yang dihasilkan oleh fitoplankton. Pigmen fotosintesis yang umum terdapat pada fitoplankton adalah kolorofil-a, sehingga hasil pengukuran klorofil-a digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton suatu perairan.

Apa itu Penginderaan Jauh?
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang diuji. (Lillesand dan Kiefer (1979)).
Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek. (Sabins (1996) dalam Kerle  et al.  (2004)).

Pemanfaatan data penginderaan jauh telah banyak dilakukan  dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, seperti: aplikasi penginderaan jauh untuk memberikan informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), kesesuaian lahan perairan untuk usaha budidaya laut dan pariwisata bahari, identifikasi potensi wilayah pesisir (seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan pasir), zonasi kawasan konservasi laut, analisa potensi ekonomi wilayah pesisir pulau-pulau kecil, pengamatan perubahan garis pantai, analisa  pencemaran lingkungan perairan dan lain sebagainya.

Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan dalam rangka untuk mengoptimalkan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah penggunaan teknologi penginderaan jauh. Informasi mengenai obyek yang terdapat pada suatu lokasi di permukaan bumi diambil dengan menggunakan sensor satelit, kemudian sesuai dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan, informasi mengenai obyek tersebut diolah, dianalisa, diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk informasi spasial dan peta tematik tata ruang dengan menggunakan SIG.

Program kemaritiman yang dicanangkan oleh Presiden Indonesia terpilih Bapak Ir. H. Joko Widodo dapat dianggap sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam memanfaatkan wilayah perairan lautnya. Pengertian negara maritim yang dapat diartikan sebagai negara yang memanfaatkan potensi laut untuk kejayaan negaranya, lebih memperjelas arah program tersebut, yaitu Indonesia harus menjadi negara maritim yang dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada di perairan laut Indonesia. Potensi-potensi yang mengarah pada program kemaritiman lebih mengerucut kepada segala aktifitas yang berada di lautan. Kekayaan laut yang utama adalah ikan dan biota laut lainnya. Maraknya penangkapan kapal asing yang melakukan penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia merupakan bukti bahwa kekayaan laut Indonesia sangatlah berlimpah.

Lapan sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang teknologi penerbangan dan antariksa telah lama mengembangan pemanfaatan penginderaan jauh untuk sumberdaya pesisir dan laut. Kegiatan yang sudah dikembangkan dan terus dikembangkan adalah :

  • Inventarisasi Pulau-Pulau Kecil Terluar

Pada tahun 2004, telah dilakukan pembuatan album pulau-pulau kecil terluar yang berisi peta citra satelit (PCS) dari berbagai data yang tersedia diantaranya Landsat 7, SPOT-4 dan IKONOS. Selain PCS juga dibuat informasi geospasial lainnya yang diturunkan dari data penginderan jauh yaitu penggunaan/penutup lahan, sebaran terumbu karang dan hutan mangrove juga berisi ketinggian tanah.

  • Pemantauan dan Inventarisasi Mangrove
Penelitian dan pengembangan metode deteksi hutan mangrove telah lama dilakukan sejak adanya data Landsat 5 di berbagai daerah di Indonesia. Tetapi pemetaan hutan mangrove eksisting baru dilakukan sekitar tahun 1999 bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dan IPB. Metode yang telah berkembang sehingga bannyak instansi menggunakan metode tersebut untuk melakukan pemetaan sendiri seperti Departemen Kehutanan, Bakosurtanal dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk wilayah seluruh Indonesia.
  • Deteksi/klasifikasi Terumbu Karang
Salah program pemerintah dalam mengelola dan memelihara ekosistem terumbu akrang adalah COREMAP yang diinisiasi oleh Puslitbang Osenaologi LIPI dan diteruskan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Salah satu data yang digunakan adalah peta terumbu karang seluruh Indonesia yang dikerjakan oleh Pusfatja LAPAN, P2G LIPI dan PPGL Kementerian ESDM bekerja sama dengan COREMAP pada tahun 1999-2001. Pengembangan metode pengolahan data dan klasifikasi sudah dimulai sejak 1997 sampai 2001 dan diteruskan sampai tahun 2006. Dengan tersedianya sensor baru, maka pada tahun 2011 dan 2014 ini dilakukan kembali litbang metode klasifikasi dan koreksi kolom air mengikuti perkembangan sensor yang ada. Pada tahun 2011 telah dilakukan updating peta terumbu karang untuk wilayah Provinsi Bali dengan menggunakan data SPOT-4 dan Landsat 7. Peta terumbu karang yang dihasilkan LAPAN telah diintergrasikan dengan peta dari instansi lain dan menjadi produk kebijakan satu peta (one map) yang digagas oleh UKP4.

  • Zona Potensi Penangkapan Ikan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah sejak tahun 1986 melakukan penelitian pemanfaatan data satelit penginderaan jauh guna mengkaji dan memantau beberapa jenis parameter fisik perairan laut, seperti suhu permukaan laut (SPL), kekeruhan air, dan sebaran/konsentrasi klorofil-a. Pada tahun 1990 dilaksanakan aplikasi data inderaja untuk penentuan daerah potensi tambak, tahun 2000-2001 dilaksanakan pemetaan terumbu karang di seluruh wilayah Indonesia, dan sejak tahun 2002 dilaksanakan aplikasi informasi spasial ZPPI berdasarkan data satelit inderaja untuk mendukung usaha peningkatan hasil tangkapan ikan oleh para nelayan. Sampai sekarang, produksi informasi ZPPI masih terus dilakukan dan disebarkan ke seluruh Indonesia melalui Dinas-dinas Kelautan dan Perikanan di berbagai daerah.

  • Deteksi Paramater Geo-bio-fisik laut (suhu permukaan laut, klorofil, tinggi permukaan laut, dll)
Informasi Suhu Permukaan Laut sudah lama dikembangkan di LAPAN sejak berdirinya stasiun bum lingkungan dan cuaca yang dapat menerima data NOAA-AVHRR dan GMS. Kedua satelit tersebut memiliki sensor yang dapat mengukur suhu permukaan laut. Karena resolusi yang lebih baik, maka informasi suhu permukaan laut dari NOAA-AVHRR lebih banyak digunakan. Pada tahun 1997, algoritma SPL divalidasi untuk wilayah Indonesia dan mendapatkan koefisien lokal Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya data SPL dari NOAA digunakan sebagai input dalam proses deteksi ZPPI yang sudah operasional.
Satelit terbaru untuk memantau suhu dan klorofil harian seluruh wilayah Indonesia adalah Suomi NPP milik Amerika, yang direkam dua kali sehari di Stasiun Bumi Parepare. Satelit ini juga mempunyai kemampuan untuk mendeteksi cahaya di permukaan bumi pada malam hari, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memantau cahaya lampu di laut yang mengindikasikan operasi penangkapan ikan di laut, maupun aktifitas lainnya seperti pengeboran minyak lepas pantai.

  • Kualitas perairan pesisir untuk budidaya laut
Berbagai parameter kualitas perairan pesisir untuk budidaya laut, seperti muatan padatan tersuspensi, suhu permukaan laut, kandungan klorofil, dapat dipantau menggunakan satelit penginderaan jauh. Lapan telah melakukan litbang pemanfaatan data penginderaan jauh untuk penentuan lokasi budidaya laut di provinsi Bali, NTB, Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Indramayu, dan Kepulauan Seribu. Hasil litbang memberikan rekomendasi lokasi yang sesuai untuk budidaya.

  • Pengamanan laut dengan ZPPI
Data penginderaan jauh tidak hanya digunakan untuk inventarisasi sumberdaya alam, tetapi juga bisa digunakan untuk Pertahanan Negara dan Operasi Keamanan Laut. Data ZPPI yang biasa digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan, telah digunakan juga oleh Bakorkamla dan Dispamal TNI-AL. Informasi ZPPI digunakan sebagain informasi daerah penangkapan dengan intensitas yang tinggi sehingga gangguan keamanan seperti illegal fishing mungkin terjadi. Informasi ZPPI dikirimkan ke Bakorkamla dan Dispamal TNI-AL guna keperluan tersebut. Dari laporan Bakorkamla menyatakan bahwa daerah lokasi ZPPI rawan terjadi pencurian ikan oleh kapal asing.

  • Kualitas perairan pesisir untuk pariwisata bahari
Salah satu aplikasi penginderaan jauh adalah analisis penentuan lokasi untuk pariwisata bahari. Parameter lingkungan yang dideteksi dari penginderaan jauh antara lain kecerahan, terumbu karang, dan kedalaman. Dengan menggunakan analisis system informasi geografis (SIG) ditentukan lokasi yang sesuai untuk wisata bahari seperti diving dan snorkeling.

  • Penentuan batimetri perairan yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam pembangunan pelabuhan (catatan: untuk perairan yang jernih)

Batimetri merupakan ukuran kedalaman daerah perairan laut yang diukur dari atas permukaan sampai ke dasar laut. Dewasa ini teknologi penginderaan jauh memberikan peluang untuk pemetaan batimetri secara efektif dan efisien.

Hasil ekstraksi batimetri dari citra satelit LANDSAT 8 yang diakuisisi tanggal 10 September 2013, menghasilkan nilai kedalaman absolut pada interval 0 m sampai -7,5 m. Penelitian ini menunjukkan bahwa citra satelit LANDSAT berpotensi untuk mengekstraksi informasi batimetri. Algoritma transformasi rotasi Van Hengel dan Spitzer (1991) dapat digunakan untuk mengekstraksi informasi batimetri di Pulau Menjangan Bali. Hasil ekstraksi batimetri dari citra satelit LANDSAT 8 yang diakuisisi tanggal 10 September 2013, menghasilkan nilai kedalaman absolut pada interval 0 m sampai - 7,5 m.



Sumber :
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Penginderaan_jauh
  • http://pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/01_APLIKASI%20PENGINDERAAN%20%20JAUH%20UNTUK%20MENDUKUNG%20PROGRAM%20%20KEMARITIMAN%20draft%20Final.pdf
  • http://download.portalgaruda.org/article.php?article=299846&val=7287&title=Pemanfaatan%20Pengindraan%20Jauh%20Dan%20Sistem%20Informasi%20Geografi%20Dalam%20Pembangunan%20Sektor%20Kelautan%20Serta%20Pengembangan%20Pertahanan%20Negara%20Maritim

1 komentar: