Minggu, 31 Mei 2015

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK WILAYAH PESISIR DAN LAUT

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya  alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya alam ini perlu dikelola dengan baik agar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan bangsa Indonesia dengan tetap memperhatikan dan melakukan usaha untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan yang baik diperlukan metode dengan pendekatan multidisplin ilmu yang meliputi berbagai aspek, seperti aspek pemanfaatan sumberdaya, kelestarian lingkungan dan aspek sosial ekonomi masyarakat. Teknologi penginderaan  jauh mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi serta melakukan monitoring terhadap perubahan sumberdaya alam dan lingkungan wilayah pesisir dan laut.

Produktivitas perikanan di Indonesia, sebenarnya berpangkal dari iptek, seperti kurangnya informasi, armada kapal yang handal dan penanganan pasca panen. Dalam kaitannya dengan informasi perikanan, teknologi penginderaan jauh dapat diandalkan untuk mengatasi masalah ini. Potensi sumberdaya perikanan/kelautan sangat erat kaitannya dengan produktivitas primer dari suatu perairan yang dihasilkan oleh fitoplankton. Pigmen fotosintesis yang umum terdapat pada fitoplankton adalah kolorofil-a, sehingga hasil pengukuran klorofil-a digunakan untuk menduga biomassa fitoplankton suatu perairan.

Apa itu Penginderaan Jauh?
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang diuji. (Lillesand dan Kiefer (1979)).
Penginderaan jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik dengan sutau objek. (Sabins (1996) dalam Kerle  et al.  (2004)).

Pemanfaatan data penginderaan jauh telah banyak dilakukan  dengan wilayah pesisir dan lautan khususnya sektor perikanan dan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan, seperti: aplikasi penginderaan jauh untuk memberikan informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI), kesesuaian lahan perairan untuk usaha budidaya laut dan pariwisata bahari, identifikasi potensi wilayah pesisir (seperti hutan bakau, terumbu karang, padang lamun dan pasir), zonasi kawasan konservasi laut, analisa potensi ekonomi wilayah pesisir pulau-pulau kecil, pengamatan perubahan garis pantai, analisa  pencemaran lingkungan perairan dan lain sebagainya.

Salah satu upaya untuk memperoleh informasi tentang potensi sumberdaya wilayah pesisir dan lautan dalam rangka untuk mengoptimalkan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah penggunaan teknologi penginderaan jauh. Informasi mengenai obyek yang terdapat pada suatu lokasi di permukaan bumi diambil dengan menggunakan sensor satelit, kemudian sesuai dengan tujuan kegiatan yang akan dilakukan, informasi mengenai obyek tersebut diolah, dianalisa, diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk informasi spasial dan peta tematik tata ruang dengan menggunakan SIG.

Program kemaritiman yang dicanangkan oleh Presiden Indonesia terpilih Bapak Ir. H. Joko Widodo dapat dianggap sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam memanfaatkan wilayah perairan lautnya. Pengertian negara maritim yang dapat diartikan sebagai negara yang memanfaatkan potensi laut untuk kejayaan negaranya, lebih memperjelas arah program tersebut, yaitu Indonesia harus menjadi negara maritim yang dapat memanfaatkan potensi-potensi yang ada di perairan laut Indonesia. Potensi-potensi yang mengarah pada program kemaritiman lebih mengerucut kepada segala aktifitas yang berada di lautan. Kekayaan laut yang utama adalah ikan dan biota laut lainnya. Maraknya penangkapan kapal asing yang melakukan penangkapan ikan di wilayah laut Indonesia merupakan bukti bahwa kekayaan laut Indonesia sangatlah berlimpah.

Lapan sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang teknologi penerbangan dan antariksa telah lama mengembangan pemanfaatan penginderaan jauh untuk sumberdaya pesisir dan laut. Kegiatan yang sudah dikembangkan dan terus dikembangkan adalah :

  • Inventarisasi Pulau-Pulau Kecil Terluar

Pada tahun 2004, telah dilakukan pembuatan album pulau-pulau kecil terluar yang berisi peta citra satelit (PCS) dari berbagai data yang tersedia diantaranya Landsat 7, SPOT-4 dan IKONOS. Selain PCS juga dibuat informasi geospasial lainnya yang diturunkan dari data penginderan jauh yaitu penggunaan/penutup lahan, sebaran terumbu karang dan hutan mangrove juga berisi ketinggian tanah.

  • Pemantauan dan Inventarisasi Mangrove
Penelitian dan pengembangan metode deteksi hutan mangrove telah lama dilakukan sejak adanya data Landsat 5 di berbagai daerah di Indonesia. Tetapi pemetaan hutan mangrove eksisting baru dilakukan sekitar tahun 1999 bekerja sama dengan Departemen Kehutanan dan IPB. Metode yang telah berkembang sehingga bannyak instansi menggunakan metode tersebut untuk melakukan pemetaan sendiri seperti Departemen Kehutanan, Bakosurtanal dan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk wilayah seluruh Indonesia.
  • Deteksi/klasifikasi Terumbu Karang
Salah program pemerintah dalam mengelola dan memelihara ekosistem terumbu akrang adalah COREMAP yang diinisiasi oleh Puslitbang Osenaologi LIPI dan diteruskan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Salah satu data yang digunakan adalah peta terumbu karang seluruh Indonesia yang dikerjakan oleh Pusfatja LAPAN, P2G LIPI dan PPGL Kementerian ESDM bekerja sama dengan COREMAP pada tahun 1999-2001. Pengembangan metode pengolahan data dan klasifikasi sudah dimulai sejak 1997 sampai 2001 dan diteruskan sampai tahun 2006. Dengan tersedianya sensor baru, maka pada tahun 2011 dan 2014 ini dilakukan kembali litbang metode klasifikasi dan koreksi kolom air mengikuti perkembangan sensor yang ada. Pada tahun 2011 telah dilakukan updating peta terumbu karang untuk wilayah Provinsi Bali dengan menggunakan data SPOT-4 dan Landsat 7. Peta terumbu karang yang dihasilkan LAPAN telah diintergrasikan dengan peta dari instansi lain dan menjadi produk kebijakan satu peta (one map) yang digagas oleh UKP4.

  • Zona Potensi Penangkapan Ikan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sudah sejak tahun 1986 melakukan penelitian pemanfaatan data satelit penginderaan jauh guna mengkaji dan memantau beberapa jenis parameter fisik perairan laut, seperti suhu permukaan laut (SPL), kekeruhan air, dan sebaran/konsentrasi klorofil-a. Pada tahun 1990 dilaksanakan aplikasi data inderaja untuk penentuan daerah potensi tambak, tahun 2000-2001 dilaksanakan pemetaan terumbu karang di seluruh wilayah Indonesia, dan sejak tahun 2002 dilaksanakan aplikasi informasi spasial ZPPI berdasarkan data satelit inderaja untuk mendukung usaha peningkatan hasil tangkapan ikan oleh para nelayan. Sampai sekarang, produksi informasi ZPPI masih terus dilakukan dan disebarkan ke seluruh Indonesia melalui Dinas-dinas Kelautan dan Perikanan di berbagai daerah.

  • Deteksi Paramater Geo-bio-fisik laut (suhu permukaan laut, klorofil, tinggi permukaan laut, dll)
Informasi Suhu Permukaan Laut sudah lama dikembangkan di LAPAN sejak berdirinya stasiun bum lingkungan dan cuaca yang dapat menerima data NOAA-AVHRR dan GMS. Kedua satelit tersebut memiliki sensor yang dapat mengukur suhu permukaan laut. Karena resolusi yang lebih baik, maka informasi suhu permukaan laut dari NOAA-AVHRR lebih banyak digunakan. Pada tahun 1997, algoritma SPL divalidasi untuk wilayah Indonesia dan mendapatkan koefisien lokal Indonesia. Pada tahun-tahun berikutnya data SPL dari NOAA digunakan sebagai input dalam proses deteksi ZPPI yang sudah operasional.
Satelit terbaru untuk memantau suhu dan klorofil harian seluruh wilayah Indonesia adalah Suomi NPP milik Amerika, yang direkam dua kali sehari di Stasiun Bumi Parepare. Satelit ini juga mempunyai kemampuan untuk mendeteksi cahaya di permukaan bumi pada malam hari, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memantau cahaya lampu di laut yang mengindikasikan operasi penangkapan ikan di laut, maupun aktifitas lainnya seperti pengeboran minyak lepas pantai.

  • Kualitas perairan pesisir untuk budidaya laut
Berbagai parameter kualitas perairan pesisir untuk budidaya laut, seperti muatan padatan tersuspensi, suhu permukaan laut, kandungan klorofil, dapat dipantau menggunakan satelit penginderaan jauh. Lapan telah melakukan litbang pemanfaatan data penginderaan jauh untuk penentuan lokasi budidaya laut di provinsi Bali, NTB, Kabupaten Banyuwangi, Situbondo, Indramayu, dan Kepulauan Seribu. Hasil litbang memberikan rekomendasi lokasi yang sesuai untuk budidaya.

  • Pengamanan laut dengan ZPPI
Data penginderaan jauh tidak hanya digunakan untuk inventarisasi sumberdaya alam, tetapi juga bisa digunakan untuk Pertahanan Negara dan Operasi Keamanan Laut. Data ZPPI yang biasa digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan, telah digunakan juga oleh Bakorkamla dan Dispamal TNI-AL. Informasi ZPPI digunakan sebagain informasi daerah penangkapan dengan intensitas yang tinggi sehingga gangguan keamanan seperti illegal fishing mungkin terjadi. Informasi ZPPI dikirimkan ke Bakorkamla dan Dispamal TNI-AL guna keperluan tersebut. Dari laporan Bakorkamla menyatakan bahwa daerah lokasi ZPPI rawan terjadi pencurian ikan oleh kapal asing.

  • Kualitas perairan pesisir untuk pariwisata bahari
Salah satu aplikasi penginderaan jauh adalah analisis penentuan lokasi untuk pariwisata bahari. Parameter lingkungan yang dideteksi dari penginderaan jauh antara lain kecerahan, terumbu karang, dan kedalaman. Dengan menggunakan analisis system informasi geografis (SIG) ditentukan lokasi yang sesuai untuk wisata bahari seperti diving dan snorkeling.

  • Penentuan batimetri perairan yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam pembangunan pelabuhan (catatan: untuk perairan yang jernih)

Batimetri merupakan ukuran kedalaman daerah perairan laut yang diukur dari atas permukaan sampai ke dasar laut. Dewasa ini teknologi penginderaan jauh memberikan peluang untuk pemetaan batimetri secara efektif dan efisien.

Hasil ekstraksi batimetri dari citra satelit LANDSAT 8 yang diakuisisi tanggal 10 September 2013, menghasilkan nilai kedalaman absolut pada interval 0 m sampai -7,5 m. Penelitian ini menunjukkan bahwa citra satelit LANDSAT berpotensi untuk mengekstraksi informasi batimetri. Algoritma transformasi rotasi Van Hengel dan Spitzer (1991) dapat digunakan untuk mengekstraksi informasi batimetri di Pulau Menjangan Bali. Hasil ekstraksi batimetri dari citra satelit LANDSAT 8 yang diakuisisi tanggal 10 September 2013, menghasilkan nilai kedalaman absolut pada interval 0 m sampai - 7,5 m.



Sumber :
  • http://id.wikipedia.org/wiki/Penginderaan_jauh
  • http://pusfatja.lapan.go.id/files_uploads_ebook/publikasi/01_APLIKASI%20PENGINDERAAN%20%20JAUH%20UNTUK%20MENDUKUNG%20PROGRAM%20%20KEMARITIMAN%20draft%20Final.pdf
  • http://download.portalgaruda.org/article.php?article=299846&val=7287&title=Pemanfaatan%20Pengindraan%20Jauh%20Dan%20Sistem%20Informasi%20Geografi%20Dalam%20Pembangunan%20Sektor%20Kelautan%20Serta%20Pengembangan%20Pertahanan%20Negara%20Maritim

Minggu, 24 Mei 2015

Mengenal Lebih Dekat Pulau Kemujan, Kepulauan Karimunjawa

Pulau Kemujan adalah pulau yang berada di Kepulauan Karimunjawa, Jepara. Pulau ini secara administratif berada di desa Kemujan, kecamatan Karimunjawa. Pulau ini memiliki sarana dermaga laut, bandar udara Dewodaru dan PLTD. Pulau ini memiliki curah hujan rata-rata 3.000 mm per tahun dengan temperatur rata-rata 30-31ยบ C. Potensi ekonomi pulau ini berupa perikanan laut, potensi perikanan tangkap, budidaya rumput laut dan wisata bahari. Permasalahan dalam pengembangan ekonomi di Pulau Kemujan terletak pada minimnya sarana transportasi, pendidikan, kesehatan serta faktor alam. 
Luas wilayah desa Kemujan sebesar 1.626 Ha, luas wilayah pemukiman penduduk sebesar 135 Ha, luas ladang atau tegalan sebesar 254 Ha dan luas perkebunan 1066 Ha.

Desa Kemujan berbatasan dengan laut pada sisi barat,timur, utara, dan berbatasan dengan desa Karimunjawa pada sisi selatannya. Desa Kemujan juga memiliki 8 (delapan) pulau antara lain Pulau Kemujan, Pulau Sintok, Pulau Tengah, PulauCilik, Pulau Gundul, Pulau Cendikian, Pulau Bengkowang, dan Pulau Mrica.
Jumlah penduduk totalnya yaitu sebesar 2.957 jiwa, dengan segmentasi jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.510 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebesar 1.447 jiwa, sementara jumlah Kepala Keluarga yaitu sebesar 911 Kepala Keluarga. Jumlah Kepala Keluarga tersebut masih dibagi lagi menjadi Kepala Keluarga miskin sebesar 222 jiwa dengan prosentase 7,51 %.
Suku-suku yang mendiami desa Kemujan antara lain Suku Jawa, Bugis, Mandar, Madura, dan Suku Buton. Adapun secara umum kondisi perekonomian Desa Kemujan didukung oleh beberapamata pencaharian antara lain petani, nelayan, budidaya, pengusaha, pengrajin atau industrkecil, buruh tani, buruh bangunan, pertukangan, pedagang, pengangkutan, PNS atau TNI atau Polri, buruh, dan lain-lain. Hal ini bisa dilihat melalui segmentasi jumlah penduduk sebesar 44 jiwa bekerja sebagai pegawai, 40 jiwa bekerja sebagai pedagang, 458 jiwa sebagai petani, 153 sebagai buruh, dan 475 jiwa sebagai nelayan.

Keutamaan pulau ini adalah memiliki dermaga yang besar yang dapat digunakan untuk sandar kapal-kapal besar seperti tanker, tongkang dll. Dermaga besar ini dinamakan Dermaga Legon Bajak. Wisata yang dapat dilakukan di Pulau Kemujan adalah mangrove tracking. Tidak perlu jauh ke Kalimantan di Pulau Kemujan ini sudah terdapat mangrove tracking yang sama persis. Butuh perjalanan sekitar 1 jam dari Pulau Karimunjawa untuk mencapai mangrove tracking ini. Wisata lainnya adalah Pantai Baraccuda tempat penangkaran penyu, Pantai batu putih, Rumah adat suku Bugis dan dermaga pulau merican. Namun minimnya akses untuk menuju tempat wisata tersebut sehingga sangat jarang wisatawan berkunjung ke Pulau Kemujan.
Konon ceritanya di Pulau Kemujan ini merupakan tempat sandar para kapal bajak laut yaitu bertempatan di dermaga Legon Bajak. Dari kondisi inilah nama Legon Bajak dibentuk. Legon Bajak merupakan dermaga besar sekaligus penghubung wilayah Karimunjawa dengan laut lepas. Perairan yang luas dan dalam sehingga bisa membuat kapal besar bersandar di dermaga. Legon Bajak terletak bi bagian sebelah timur Pulau Kemujan. Butuh waktu perjalanan 1,5 jam dari karimunjawa untuk mencapai Legon Bajak. Dari dermaga Legon Bajak kita dapat menggunakan perahu untuk menuju ke Pulau Tengah, Pulau Kecil dan Pulau Sintok.
Kemujan dan Karimunjawa merupakan dua pulau yang dipisahkan dengan laut dangkal. Banyaknya pohon mangrove yang tumbuh di sekitar perbatasan kedua pulau tersebut membuat sedimen-sedimen yang terbawa arus mengendap di sekitar mangrove dan hingga saat ini sedimentersebut terus mengendap hingga pulau Karimunjawa dan Kemujan hanya dipisahkan oleh jembatan Pintu Misteri.
Pantai ini merukapan tempat yang sangat jarang dikunjungi melalui jalur darat karena akses yang susah dan melalui berbagai macam hutan yang seram. Nama pantai ini adalah Pantai Batu Lawang. Meskipun jarang dikunjungi tempat ini merupakan favorit bagi para penyelam kelas ahli derasnya arus dan pemandangan bawah air yang penuh misteri menjadikan suatu kunjungan yang menarik. Dinamakan Batu Lawang berasal dari kata Batu dan Lawang. Lawang adalah pintu. Di bawah air tempat untuk menyelam terdapat 2 batu yang membentuk semacam pintu gerbang dengan arus yang sangat kuat, tidak disarankan bagi penyelam pemula.
Pulau Kemujan sudah memiliki Bandara untuk pesawat perintis. Nama bandara tersebut adalah Dewadaru karena di wilayah Bandara tersebut terdapat 2 pohon Dewadaru kembar. Untuk saat ini bandara akan dikembangkan menjadi lebih besar agar akses menuju Karimunjawa bisa lebih mudah.

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Kemujan
https://yuvenstour.wordpress.com/karimunjawa/pulau-kemujan/
http://berandafadhil.blogspot.com/2012/09/mrican-sebagai-dimensi-kompleksitas_9203.html


Minggu, 29 Maret 2015

POSISI INDONESIA DI SAMUDERA HINDIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA

Munculnya Deklarasi Djuanda pada 13 Desember 1957 yang dicetuskan oleh Djuanda Kartawidjaja menyebabkan Indonesia bertambah dua kali lipat dari 2.027.087 kilometer persegi menjadi 5.193.250 kilometer persegi. Deklarasi ini menyatakan bahwa laut Indonesia termasuk perairan sekitarnya dan kepulauan di Indonesia, membuat dunia mengakui bangsa ini adalah negara kepulauan yang berdaulat.
Sebelum Deklarasi ini ditetapkan, wilayah Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia Belanda 1939. Pulau-pulau di wilayah Nusantara hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh tiga mil dari garis pantai, yang berarti kapal asing boleh dengan bebas melayari laut yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Wilayah laut Indoesia sendiri diapit dua samudera besar yaitu Hindia dan Pasifik adalah anugerah Sang Pencipta yang harus disyukuri untuk dikelola dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Namun, menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin, ternyata Indonesia belum memanfaatkan potensi kelautan yang ada di Samudera Hindia karena kebijakan pembangunan masih berorientasi ke Pantai Timur Sumatera dan Pantai Utara Jawa. Tidak kurang dari 65 persen minyak mentah dunia, 53 persen gas alam, 80,7 persen emas, 55 persen timah, dan 77,3 persen karet alam terdapat di Samudera Hindia dan negara-negara yang berbatasan dengannya. Selain itu, dari segi populasi, sepertiga dari total penduduk dunia, atau sekitar dua miliar jiwa terdapat di negara-negara Samudera Hindia. Bahkan, dari aspek pelayaran, lalu lintas di Samudera Hindia naik sebesar 470 persen sejak 1970 dan diperkirakan akan terus naik sampai tiga kali lipat selama 30 tahun ke depan.
Namun, Indonesia masih memunggungi Samudera Hindia dan belum memanfaatkan potensinya secara optimal. Padahal, Samudera Hindia merupakan samudera kedua terbesar setelah Samudera Pasifik dengan luas sepertujuh permukaan bumi atau terbentang seluas 73.440.000 kilometer persegi.
Pada bagian barat Samudera Hindia berbatasan dengan Benua Afrika, bagian utara dengan Benua Asia, bagian timur dengan Benua Australia serta bagian selatan oleh Benua Antartika. Jika diperhatikan batas wilayah Indonesia berdasarkan peta maka hampir sebagian besar menghadap ke Samudera Hindia dibandingkan Samudera Pasifik. Pantai Barat, Pantai Selatan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, hanya  Pantai Timur yang berhadapan dengan Samudera Pasifik.
Beliau juga mengatakan bahwa di Samudera Hindia terdapat potensi perikanan berupa tuna sirip biru yang harganya sangat mahal. Selain itu juga ada sumber daya gas metana yang dapat dijadikan sumber energi alternatif pengganti bahan bakar minyak, kata dia. Oleh sebab itu, sudah saatnya menjadikan Samudera Hindia sebagai bagian dari halaman depan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperkuat dan meningkatkan kebijakan pemerintah.
Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Yuri Octavian Thamrin mengatakan saat ini Asia Timur dimaknai sebagai lokomotif pertumbuhan dunia dengan adanya Tiongkok, Jepang dan Korea. Perdagangan dari Asia Timur ke Eropa dan Amerika  harus melewati Samudera Hindia, siapa yang menguasai Samudera Hindia maka akan menguasai jalur energi.
Visi Presiden Jokowi untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai Negara maritim sangat terkait dengan kepentingan Indonesia di Samudera Hindia. Sebagai Negara kepulauan terbesar kedua di dunia, laut adalah masa depan bagi ekonomi Indonesia. Laut telah menyediakan berbagai potensi seperti ikan, mineral, minyak, gas, dan lain-lain yang perlu digarap secara optimal bagi kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.
Dalam pidato akhir tahun 2014, Menlu Retno L.P. Marsudi menyebutkan bahwa Indonesia akan menjadi ketua dalam perhimpunan asosiasi Negara-negara Samudera Hindia (IORA) pada akhir tahun 2015 ini. IORA adalah satu-satunya organisasi Negara-negara dikawasan Samudera Hindia yang menghubungkan tiga benua, yaitu Australia, Asia, dan Afrika termasuk kawasan Timur Tengah.
Untuk itu dalam rangka memaksimalkan pengelolaan Samudera Hindia telah didirikan Indian Ocean Regional Association pada Maret 1997, dengan negara pendiri Afrika Selatan, Australia, India, Kenya, Mauritius, Oman dan Singapura. Tujuan didirikan untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan pembangunan yang seimbang dari negara-negara anggota, kata dia. Selain itu mendorong liberalisasi perdagangan, menghilangkan hambatan dan rintangan dalam meningkatkan arus jasa, investasi dan teknologi diantara negara-negara di Samudera Hindia.
IORA beranggotakan 21 negara, diantaranya: Indonesia, Australia, Singapura, Malaysia, Thailand, India, Bangladesh, Sri Lanka, Oman, Yemen, Iran, UAE, Somalia, Seychelles, Mauritius, Madagascar, Comoros, Tanzania, Kenya, Mozambique, dan Afrika Selatan.  Sementara dua Negara lainnya, yaitu Maldives dan Myanmar diharapkan dalam waktu dekat akan segera bergabung ke dalam IORA. Disamping itu IORA memiliki enam Negara mitra dialog, yaitu: Jepang, AS, Perancis, Inggris, Mesir, dan  China.
IORA didirikan secara resmi sekitar 17 tahun yang lalu dengan Sekretariat di Mauritius, sebuah Negara kecil di tengah Samudera Hindia dengan jumlah penduduk saat ini sekitar 1,3 juta jiwa dan pendapatan per kapita rata-rata sekitar USD 14.000. Indonesia sudah bergabung dengan IORA dari sejak awal, namun baru pada 2015 ini, sebagaimana telah dinyatakan oleh Menlu RI Retno, bahwa Indonesia akan menjadi ketua IORA untuk periode dua tahun (2015 – 2017).
Selain adanya organisasi antar Negara, peran akademisi juga sangat dibutuhkan dalam pengembangan wilayah di sekitar Samudera Hindia. Peran akademisi ini dilatarbelakangi karena perlu ada kajian lebih intensif untuk mengelola dan memanfaatkan potensi Samudera Hindia, sebanyak 17 perguruan tinggi  dari Indonesia dan Malaysia, mendeklarasikan Indian Ocean Academic Forum (IAOF) atau Forum Akademis Samudera Hindia di Padang, 12 Maret. Tujuan didirikan forum ini supaya dapat menggalang akademisi di Indonesia untuk memanfaatkan potensi besar Samudera Hindia yang selama ini belum tergali dengan maksimal.
Deklarasi yang digelar di kampus Universitas Bung Hatta tersebut diikuti perwakilan sejumlah perguruan tinggi mulai dari Universitas Bung Hatta (UBH) Padang, Universitas Andalas (Unand) Padang, Universitas Sumatera Utara (USU), Institut Pertanian Bogor (IPB). Kemudian, Universitas Lampung, Universitas Brawijaya Malang, Universitas Bengkulu, Universitas Tri Sakti Jakarta, Universitas Negeri Padang, Universiti Teknologi Malaysia, serta perwakilan dunia usaha dan pemerintah daerah.
Sebagai sebuah organisasi inter-governmental, IORA memiliki tujuan utama mengembangkan kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan. Sampai saat ini,  IORA tidak memiliki agenda kerjasama di bidang politik. Untuk mencapai tujuan utama  di atas, Pertemuan COM IORA 2012 telah menetapkan enam prioritas kerjasama, yaitu : Maritime Safety and Security, dengan Flagship project berupa Maritime Transport Council; Trade and Investment Facilitation, dengan Flagship project berupa Preferential Trade Agreement (PTA); Fisheries Management, dengan Flagship project berupa Fisheries Support Unit (FSU); Disaster Risk Management; Academic and Science &Technology Cooperation, dengan Flagship project berupa University Student Mobility Program for the Indian Ocean Region (UMIOR), dan IORA Virtual Open University; Tourism Promotion and Cultural Exchanges, dengan Flagship project berupa IORA Travel Card. Selain itu, pada 2013 Australia menambahkan kerjasama “Women Empowerment” sebagai cross-cutting issue dalam prioritas kerjasama di atas.
Dalam struktur kerjasama IORA, pertemuan tertinggi adalah tingkat menteri yang disebut Council of Ministers (COM) yang bertemu sekali dalam setahun. Kemudian pertemuan pejabat  tinggi (Committee of Senior Officials – CSO) yang bertemu dua kali dalam setahun (Bi-Annual) . Selain itu, juga terdapat pertemuan empat Working Group, yaitu: WG on Trade and Investment; IOR Academic Group (IORAG); IOR Business Forum (IORBF); dan WG on Head of Missions (WGHM). Disamping itu, IORA juga memiliki dua “specialized agency” yaitu: Regional Science for Regional Transfer (RCSTT) yang berlokasi di Iran, dan Fisheries Support Unit  (FSU) yang berlokasi di Oman.
Sebagai anggota G-20, Indonesia diyakini akan dapat berperan besar memperkuat kerjasama IORA di masa datang.  Negara-negara anggota IORA lainnya berharap pengalaman dan peran sentral Indonesia di ASEAN sebagai asosiasi kerjasama Negara-negara berkembang tersukses di planet ini akan dapat membawa perubahan yang signifikan dalam kerjasama IORA.
Laut adalah masa depan dan akan menjadi tulang punggung perekonomian di masa yang akan datang. Semoga keketuaan Indonesia di IORA pada periode 2015 – 2017 akan sukses membawa gerbong kerjasama yang semakin solid dan dirasakan manfaatnya oleh semua Negara anggota. Indonesia, dalam memimpin IORA, diharapkan bisa menggunakan IORA tidak hanya sebatas pembangunan proyek, namun juga norma. IORA juga diharapkan menjadi organisasi yang lebih efektif dan mampu merangkul negara-negara besar di sekitar Samudera Hindia yang bukan merupakan anggota IORA.



Sumber Referensi :
  • http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/209-diplomasi-februari-2015/1833-indian-ocean-rim-association-iora-peran-indonesia-memperkuat-kerjasama-di-kawasan-samudera-india.html
  • http://www.antarasultra.com/berita/277267/dari-samudera-hindia-menuju-poros-maritim-dunia


Minggu, 22 Maret 2015

EKOSISTEM LAMUN DI INDONESIA

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang dapat tumbuh denganbaik dalam lingkungan laut dangkal (WOOD et al. 1969). Semua lamun adalah tumbuhan berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar, rimpang (rhizoma), daun, bunga dan buah seperti halnya dengan tumbuhan berpembuluh yang tumbuh di darat. Jadi sangat berbeda dengan rumput laut (algae).
Suatu hamparan laut dangkal yang didominasi oleh tumbuhan lamun dikenal sebagai padang lamun. Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal di perairan hangat dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alismatales yang beradaptasi di air asin.
Padang lamun hanya dapat terbentuk pada perairan laut dangkal (kurang dari tiga meter) namun dasarnya tidak pernah terbuka dari perairan (selalu tergenang). Ia dapat dianggap sebagai bagian dari ekosistem mangrove, walaupun padang lamun dapat berdiri sendiri. Padang lamun juga dapat dilihat sebagai ekosistem antara ekosostem mangrove dan terumbu karang.
Lamun dapat ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15 jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan Thallasiadendron ciliatum. Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer, Baluran, Irian Jaya, Belitung dan Lombok. Begitu pula Halophila decipiens baru ditemukan di Teluk Jakarta, Teluk Moti-Moti dan Kepulaun Aru (Den Hartog, 1970; Azkab, 1999; Bengen 2001).
Di padang lamun atau pada ekosistem lamun terdapat banyak organisme yang hidup atau berasosiasi dengan padang lamun tersebut seperti ikan, kepiting, udang, lobster, seaurchin (bulu babi), dan lainnya.  Sebagian besar  organisma pantai (ikan, udang, kepiting dll) mempunyai hubungan ekologis dengan habitat lamun. Sebagai habitat yang ditumbuhi berbagai spesies lamun, padang lamun memberikan tempat yang sangat strategis bagi perlindungan ikan-ikan kecil dari “pengejaran” beberapa predator, juga tempat hidup dan mencari makan bagi beberapa jenis udang dan kepiting.
Lamun, merupakan bagian dari beberapa ekosistem dari wilayah pesisir dan lautan perlu dilestarikan, memberikan kontribusi pada peningkatan hasil perikanan dan pada sektor lainya seperti pariwisata. Oleh karena itu perlu mendapatkan perhatian khusus seperti halnya ekosistem lainnya dalam wilayah pesisir untuk mempertahankan kelestariannya melalui pengelolaan secara terpadu. Secara langsung dan tidak langsung memberikan manfaat untuk meningkatkan perekonomian terutama bagi penduduk di wilayah pesisir.
Habitat lamun dapat dipandang sebagai suatu komunitas, dalam hal ini padang lamun merupakan suatu kerangka struktural yang berhubungan dalam proses fisik atau kimiawi yang membentuk sebuah ekosistem. Mengingat pentingnya peranan lamun bagi ekosistem di laut dan semakin besarnya tekanan gangguan baik oleh aktifitas manusia maupun akibat alami, maka perlu diupayakan usaha pelestarian lamun melalui pengelolaan yang baik pada ekosistem padang lamun.
Padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska ( Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp), Ekinodermata ( Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp) dan cacing ( Polichaeta) (Bengen, 2001).
Secara ekologis padang lamun memiliki peranan penting bagi ekosistem. Lamun merupakan sumber pakan bagi invertebrata, tempat tinggal bagi biota perairan dan melindungi mereka dari serangan predator. Lamun juga menyokong rantai makanan dan penting dalam proses siklus nutrien serta sebagai pelindung pantai dari ancaman erosi ataupun abrasi (Romimohtarto dan Juwana, 1999).
Ekosistem Padang Lamun memiliki diversitas dan densitas fauna yang tinggi dikarenakan karena gerakan daun lamun dapat merangkap larva invertebrata dan makanan tersuspensi pada kolom air. Alasan lain karena batang lamun dapat menghalangi pemangsaan fauna bentos sehingga kerapatan dan keanekaragaman fauna bentos tinggi.
Lamun juga berperan penting terhadap kesehatan ekosistem terumbu karang. Ekosistem padang lamun menyaring sedimen yang berasal dari daratan kearah laut. Sedimen bisa berupa pasir, lumpur atau bahkan sampah yang bisa menutupi karang dan menyebabkan karang stres. Sedimen di ekosistem padang lamun juga dimanfaatkan menjadi materi organik yang bisa berguna bagi ekosistem terumbu karang. Daun lamun yang terbawa ke ekosistem terumbu karang dapat terurai menjadi senyawa yang dibutuhkan oleh biota terumbu karang.
Pada ekosistem lamun, juga menjadi tempat memijah beberapa biota terumbu karang, seperti ikan baronang dan beberapa jenis bintang laut. Lamun juga merupakan makanan bagi penyu. Padang lamun juga berperan sebagai perantara transfer materi dari ekosistem mangrove ke ekosistem terumbu karang. Biota dari padang lamun juga bisa menjadi makanan bagi biota terumbu karang, karena terkadang, biota dari padang lamun, baik secara sengaja atau tidak bisa ke ekosistem terumbu karang.
Lamun  mempunyai peran penting ditinjau dari beberapa aspek :
  • Keanekaragaman hayati: Padang lamun memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi.  Indonesia diperkirakan memiliki 13 jenis lamun.  Selain itu padang lamun juga merupakan habitat penting untuk berbagai jenis hewan laut, seperti: ikan, moluska, krustacea, ekinodermata, penyu, dugong, dll.
  • Kualitas air: Lamun dapat membantu mempertahankan kualitas air.
  • Perlindungan: Lamun dapat mengurangi dampak gelombang pada pantai sehingga dapat membantu menstabilkan garis pantai.
  • Ekonomi: Padang lamun menyediakan berbagai sumberdaya yang dapat digunakan untuk menyokong kehidupan masyarakat, seperti untuk makanan, perikanan, bahan baku obat, dan pariwisata.
Selanjutnya dikatakan Philips & Menez (1988), lamun juga sebagai komoditi yang sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat baik secara tradisional maupuin secara modern.
  • Secara tradisional lamun telah dimanfaatkan untuk pembuatan kompos dan pupuk, cerutu dan mainan anak-anak, anyaman menjadi keranjan, tumpukan untuk pematang, pengisi kasur, makanan, serta dibuat menjadi jaring ikan.
  • Pada zaman modern ini, lamun telah dimanfaatkan untuk penyaring limbah, stabilizator pantai, bahan untuk pabrik kerta, makanan, obat-obatan, dan sumber bahan kimia.
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di perairan yang cukup rentan terhadap perubahan yang terjadi. Sehingga mudah mengalami kerusakan. Ekosistem lamun juga sering dijumpai berdampingan atau saling tumpang tindih dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Bahkan terdapat interkoneksi antar ketiganya, dimana ekspor dan impor energi dan materi terjadi diantara ketiganya. Ada ikan jenis-jenis tertentu dapat berenang melintas batas dari satu ekosistem ke ekosistem lainnya.
Karena fungsi lamun tak banyak dipahami, banyak padang lamun yang rusak oleh berbagai aktivitas manusia. Luas total padang lamun di Indonesia semula diperkirakan 30.000 km2, tetapi diperkirakan kini telah menyusut sebanyak 30 – 40 %.  Kerusakan ekosistem lamun antara lain karena reklamasi dan pembangunan fisik di garis pantai, pencemaran, penangkapan ikan dengan cara destruktif (bom, sianida, pukat dasar), dan tangkap lebih (over-fishing).  Pembangunan pelabuhan dan industri di Teluk Banten misalnya, telah melenyapkan ratusan hektar padang lamun. Tutupan lamun di Pulau Pari ( DKI Jakarta) telah berkurang sebanyak 25 % dari tahun 1999 hingga 2004.
Kerusakan lamun juga dapat disebabkan oleh natural stress dan anthrogenik stress. Kerusakan-kerusakan ekosistem lamun yang disebabkan oleh natural stress biasanya disebabkan oleh gunung meletus, tsunami, kompetisi dan predasi. Dan anthrogenik stress bisa disebabkan :
  • Perubahan fungsi pantai untuk pelabuhan atau dermaga
  • Eutrofikasi (Blooming mikro alga dapat menutupi lamun dalam memperoleh sinar matahari)
  • Aquakultur (pembabatan dari hutan mangrove untuk tambak memupuk tambak)
  • Water polution (logam berat dan minyak)
  • Over fishing (pengambilan ikan yang berlebihan dan cara penangkapannya yang merusak)

Munculnya kerusakan ekosistem lamun tersebut disebabkan karena :
  • Kurangnya pemahaman dan kepedulian masyarakat akan pentingnya ekosistem padang lamun
  • Kondisi kemiskinan masyarakat pesisir
  • Terbatasnya alternatif penghasilan untuk masyarakat lokal
  • Belum adanya pengelolaan padang lamun yang terintegrasi
  • Kelemahan hukum dan upaya penegakannya

Pelestarian ekosistem padang lamun merupakan suatu usaha yang sangat kompleks untuk dilaksanakan, karena kegitan tersebut sangat membutuhkan sifat akomodatif terhadap segenap pihak baik yang berada sekitar kawasan maupun di luar kawasan. Pada dasarnya kegiatan ini dilakukan demi memenuhi kebutuhan dari berbagai kepentingan. Namun demikian, sifat akomodatif ini akan lebih dirasakan manfaatnya bilamana keperpihakan kepada masyarakat yang sangat rentan terhadap sumberdaya alam  diberikan porsi yang lebih besar.
Salah satu strategi penting yang saat ini sedang banyak dibicarakan orang dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam, termasuk ekosistem padang lamun adalah pengelolaan berbasis masyakaratak (Community Based Management). Raharjo (1996) mengemukakan  bahwa pengeloaan berbasis masyarakat mengandung arti keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam di suatu kawasan. Dalam strategi ini perlu dicari alternatif mata pencaharian yang tujuannya adalah untuk mangurangi tekanan  terhadap sumberdaya pesisir termasuk lamun di kawasan tersebut, antara lain :
  1. Pengelolaan Berwawasan LingkunganDalam perencanaan pembangunan pada suatu sistem ekologi pesisir dan laut yang berimplikasi pada perencanaan pemanfaatan sumberdaya alam, perlu diperhatikan kaidah-kaidah ekologis yang berlaku untuk mengurangi akibat-akibat negatif yang merugikan bagi kelangsungan pembangunan itu sendiri secara menyeluruh. 
  2. Pengelolaan Berbasis MasyarakatMenurut definisi, pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat adalah suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimanan pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan di suatu daerah terletak atau berada di tangan organisasi-organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut (Carter, 1996). Pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (community-base management) dapat didefinisikan sebagai proses pemberian wewenang, tanggung jawab, dan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola sumberdaya lautnya, dengan terlebih dahulu mendefinisikan kebutuhan, keinginan, dan tujuan serta aspirasinya (Nikijuluw, 2002; Dahuri, 2003).
  3. Pendekatan Kebijakan Perumusan kebijaksanaan pengelolaan ekosistem padang lamun memerlukan suatu pendekatan yang dapat diterapkan secara optimal dan berkelanjutan melalui pendekatan keterpaduan. Pendekatan kebijakan ini mengacu kepada pendekatan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu, yaitu pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang ada di wilayah pesisir.


Sumber Referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Padang_lamun
https://aripbayuadi.wordpress.com/2010/12/18/pengelolaan-ekosistem-lamun/
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=236%3Amanfaat-lamun-bagi-ekosistem-terumbu-karang&catid=58%3Aekowisata&Itemid=54&lang=id
http://geoenviron.blogspot.com/2013/03/padang-lamun.html

Minggu, 15 Maret 2015

KONDISI WILAYAH PESISIR PANTAI UTARA JAWA

Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropis yang terdiri atas sekitar 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.475 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar 95.181 km (Kusmana, 2008), dengan kondisi fisik lingkungan dan iklim yang beragam. Total luas wilayah Indonesia tersebut adalah sekitar 9 juta km2 yang terdiri atas 2 juta km2 daratan dan 7 juta km2 lautan (Polunin, 1983). Oleh karena itu Indonesia mempunyai ekosistem pesisir yang luas dan beragam yang terbentang pada jarak lebih dari 5.000 km dari timur ke barat kepulauan dan pada jarak 2.500 km dari arah utara ke selatan kepulauan. Salah satu wilayah pesisir di Indonesia adalah wilayah Pantai Utara Jawa. Banyak sekali ekosistem pesisir yang berada di wiliayah ini. Perkembangan zaman menyebabkan perubahan ekosistem di wilayah pesisir ini.

Wilayah Pantai Utara Pulau Jawa dikenal melalui Jalur Pantura (Pantai Utara) yang merupakan jalan nasional sepanjang 1.316 km antara Merak hingga Ketapang, Banyuwangi di sepanjang pesisir utara Pulau Jawa, khususnya antara Jakarta dan Surabaya.

Jalur Pantura melintasi 5 provinsi: Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Ujung paling barat terdapat Pelabuhan Merak, yang menghubungkannya dengan Pelabuhan Bakauheni di Pulau Sumatra, ujung paling selatan dari Jalan Trans Sumatera. Ujung paling timur terdapat Pelabuhan Ketapang yang menghubungkannya dengan Pelabuhan Gilimanuk di Pulau Bali. Jalur Pantura merupakan jalan yang menghubungkan bagian barat Pulau Jawa dan bagian timurnya.

Saat ini kondisi lingkungan laut dan pesisir semakin tambah mengkhawatirkan. Hampir di sepanjang Pantai Utara Jawa ekosistem terumbu karang dan pohon-pohon bakau/mangrove atau tanaman pantai lainya yang dapat berfungsi sebagai penangkis gelombang pasang sudah banyak yang punah. Dapat di pastikan, setiap kali musim air laut sedang pasang, hempasan gelombang dan ombak menerjang rumah-rumah penduduk dan jalan raya karena sudah tidak ada lagi tanaman pantai yang dapat menahan laju gelombang pasang. Berikut merupakan beberapa krisis ekologi kelautan Pantura, antara lain :

1. Rusaknya Hutan Mangrove

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem interface antara ekosistem daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai fungsi spesifik yang keberkelangsungannya bergantung pada dinamika yang terjadi di ekosistem daratan dan lautan. Dalam hal ini, mangrove sendiri merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan (renewable resources) yang menyediakan berbagai jenis produk (produk langsung dan produk tidak langsung) yang berguna untuk menunjang keperluan hidup penduduk pesisir dan pelayanan lindungan lingkungan untuk menyangga sistem kehidupan masyarakat tersebut. Saat ini tanaman mangrove yang berfungsi sebagai penangkis gelombang pasang sudah banyak yang punah. Dapat di pastikan, setiap kali musim air laut sedang pasang, hempasan gelombang dan ombak menerjang rumah-rumah penduduk dan jalan raya karena sudah tidak ada lagi tanaman pantai yang dapat menahan laju gelombang pasang. Parahnya, banyak kawasan hutan bakau yang jadi gundul karena ulah para pemodal yang melakukan konversi lahan. Dan para penguasa setempat membiarkannya saja, karena hal itu dinilai bisa menambah pemasukan daerah.

2. Biota Laut 

Kehidupan biota laut terancam punah dan ikan-ikan menjauh ke lepas pantai sehingga tidak terjangkau oleh nelayan kecil. Ikan-ikan di laut Jawa ini sudah menjauh ke lepas pantai yang susah dijangkau oleh para nelayan dengan perahu kecil di samping itu juga seringnya gelombang tinggi terjadi di pantai sehingga para nelayan ini takut melaut. Ancaman kepunahan biota laut ini disebabkan oleh pencemaran dari limbah industri dan rumah tangga. Seperti diketahui, seluruh aktivitas masyarakat mengalirkan limbah tanpa melakukan pengolahan.

3. Abrasi Pesisir Pantai 

Abrasi pantai sebagian besar terjadi pada pantai-pantai yang menghadap langsung arah laut lepas. Adapun pantai-pantai yang terlindung sedikit sekali terjadi abrasi. Erosi pada pinggir sungai relatif kecil karena masih adanya komunitas nipah yang menahan longsornya daratan. Pantai Utara Jawa Tengah pada umumnya merupakan daerah rawan abrasi. Umumnya abrasi terjadi akibat rusaknya sabuk hijau. Di beberapa daerah Barat, abrasi terjadi pada daerah yang berbentuk teluk terutama pada musim penghujan akibat pengaruh besarnya ombak, angin dan adanya arus Barat. Menurut survei Kementerian Kelautan dan Perikanan, abrasi pesisir pantai terparah terjadi di Pulau Jawa. Abrasi telah mengikis 10 meter dari bibir pantai dan hutan mangrove yang berfungsi sebagai pelindung biota laut dan tempat pemindahan ikan sudah hampir punah. Kerusakan Mangrove di Pantura telah mencapai sekitar 67 persen.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Berikut ini merupakan beberapa potensi bencana di wilayah Pantura, antara lain :

1. Banjir Rob

Di Pantura, kondisi hidrologi dikontrol oleh aliran sungai-sungai dengan debit aliran dan beban sedimen yang tinggi, khususnya pada musim penghujan, dan kondisi airtanah pada umumnya berasa payau hingga asin, yang hampir merata di seluruh satuan dataran pantai yang berlumpur (endapan aluvium). Kondisi hidrologi seperti ini merupakan faktor penyebab bahaya banjir fluvial (saat musim hujan) dan banjir rob (saat musim kemarau). Pantai Utara Jawa memililki kerawanan lingkungan relatif rentan terhadap pencemaran perairan sungai akibat limbah domestik (perkotaan) dan industri. Curah hujan yang tinggi pada daerah hulu (hinterland), sedangkan daerah hilir (low land) berupa dataran dengan material lempung dan sedimentasi yang intensif, dapat menyebabkan banjir musiman dan genangan.

2. Pembuangan Limbah

Akselerasi pertumbuhan industi di kawasan daratan dan pesisir Pantai Utara telah mengakibatkan gundulnya hutan mangrove disekitarnya. Ditambah pula pembangunan pelabuhan industri terpadu, dan tempat-tempat wisata tepi pantai di Kabupaten Gresik, Lamongan dan Tuban banyak mengahasilkan limbah buangan yang mengakibatkan, pendangkalan sungai, sedimen laut dan semakin rusaknya ekosistem terumbu karang. Pantura semakin parah kondisinya dengan melimpahnya limbah industri di perairan tersebut. Sebelah barat Kabupaten Brebes dan Timur hingga Kabupaten Rembang pesisir pantainya rusak berat akibat sampah dan limbah pabrik.

3. Penurunan Permukaan Tanah
Guru Besar Oseanografi Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor Safwan Hadi menjelaskan berdasarkan hasil penelitian, pada saat ini terjadi penurunan permukaan tanah di Jakarta sebesar 12 centimeter per tahun karena beban bangunan dan pengambilan air tanah. Dengan demikian, diharapkan kekhawatiran terhadap akan tenggelamnya ibukota Jakarta bisa diminimalisir atau dihilangkan sama sekali. Pantai Utara Jawa pada daerah hulu dan daerah hilir berupa dataran dengan material lempung yang bersifat plastis dengan daya dukung rendah, sehingga apabila terlalu besar mendapatkan beban di atasnya, dapat menyebabkan amblesan (subsidence), yang dapat memicu kejadian banjir pasang (banjir rob).

Dengan adanya perubahan ekosistem serta ancaman bencana tersebut, diharapkan kita sebagai masyarakat Indonesia dapat berpartisipasi dalam menjaga keutuhan serta kelestarian ekosistem di wilayah pesisir, khususnya di daerah Pantai Utara Jawa. Peranan masyarakat serta pemerintah sangatlah penting bagi terciptanya ekosistem pesisir, sehingga hal ini nantinya juga akan bermanfaat bagi kedupan masyarakat sekitar.


Sumber Referensi :
http://geoinfo.amu.edu.pl/qg/archives/2012/QG313_047-055.pdf
http://www.wetlands.org/LinkClick.aspx?fileticket=rv2jbvHx%2BHw%3D&tabid=56
https://www.academia.edu/5093207/ekologi_dan_potensi_bencana_di_wilayah_pantai_utara_jawa
http://eprints.undip.ac.id/40753/2/02-BAB_01.pdf